Kemenko Polhukam Dukung Penertiban Sumur Minyak Ilegal di Muba
Credit by: dunia-energi.com
Jakarta, PINews.com - Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkopolhukam) mendukung penuh rencana Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan yang akan melakukan penertiban dan penutupan sumur minyak khususnya di wilayah kerja PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba di Kelurahan Mangunjaya, Kecamatan Babat Toman, Muba yang diserobot oleh oknum masyarakat. Kemenkopolhukham akan terus mendorong Pemkab Muba dan aparat keamanan, baik TNI maupun Polri di daerah, untuk menyukseskan pelaksanaan penutupan sumur minyak illegal.
 
“Kami sudah mendapat laporan itu dan ini sesuatu yang positif terkait penanganan ilegal migas khususnya di wilayah Sumatera Selatan,” ujar Brigadir Jendral (Pol) Supriyanto Tarah, Assisten Deputi Koordinasi Penanganan Kejahatan Nasional dan kejahatan Terhadap Kekayaan Negara Kemenkopolhukam.
 
Pelaksana Tugas Bupati Muba Yusnin sebelumnya menjanjikan penertiban 27 sumur minyak yang berada di wilayah kerja dan menjadi aset Pertamina EP di Mangunjaya, Kecamatan Babat Toman, Muba yang dikelola secara ilegal oleh para penambang, tuntas akhir April 2017.
 
Sedikitnya 104 sumur minyak yang menjadi aset Pertamina EP di Muba. Sebanyak 81 sumur berada di area Mangunjaya, Babat Toman dan 23 sumur di area Keluang yang saat ini dikelola masyarakat secara ilegal. Sumur minyak yang berada di Keluang relatif berhasil ditertibkan, sementara 27 sumur di Babattoman belum ditertibkan menanti respons dari Pemkab Muba.
 
Supriyanto mengatakan, untuk menyukseskan program penutupan sumur minyakl ilegal tersebut semua pihak terkait, baik pemerintah daerah, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas harus saling bersinergi. Kemenkopolhukham akan mendorong aparat keamanan untuk berperan aktif dan ikut membantu agar kegiatan penutupan sumur minyak ilegal tersebut bisa berjalan aman dan lancar.
 
“Sosialisasi ke masyarakat baik masyarakat penambang ataupun bukan harus juga dilakukan, terutama terkait risiko dan bahaya melakukan penambangan minyak tanpa standar dan ketentuan yang semestinya,” ujar Supriyanto.
 
Dia juga menegaskan, masyarakat juga harus diinformasikan berdasarkan ketentuan regulasi terkait bahwa kegiatan pengeboran minyak tidak boleh dilakukan oleh perorangan tetapi harus dilakukan oleh perusahaan atau badan usaha. Bahkan perusahaan pun, tidak semuanya bisa melakukan pengeboran, terkecuali memang yang sudah memiliki keahlian dan mendapatkan izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Sekali lagi, ini terkait dengan risiko yang besar yang dihadapi oleh kegiatan pengusahaan migas tersebut,” katanya.
 
Supriyanto juga menyambut baik sinergi yang dilakukan oleh Pemkab Muba dan Pertamina EP selaku pemegang wilayah kerja migas karena kegiatan penutupan sumur minyak ilegal dibarengi dengan komitmen pelaksanaan kegiatan tanggungjawab sosial  perusahaan (CSR). “CSR merupakan tanggungjawab perusahaan, tetapi dengan berkoordinasi dengan pemda, diharapkan program yang akan dijalankan lebih terarah dan tepat sasaran,” katanya lagi.
 
Perkembangan positif penanganan ilegal migas di wilayah Musi Banyuasin, Sumatera Selatan ini merupakan  hasil dari koordinasi dan sinergi yang dilakukan oleh Kemenkopolhuhkam bersama pemerintah daerah dan juga KKKS pemegang wilayah kerja migas. Kemenkopolhukam, melalui Deputi  Koordinasi Penanganan Kejahatan Nasional dan kejahatan Terhadap kekayaan Negara, mengambil inisiatif melakukan koordinasi untuk menyelesaikan persoalan yang sudah lama terjadi tersebut.
 
“Beberapa kali pertemuan dengan pemerintah daerah baik gubernur maupun bupati serta KKKS dilakukan. Kami bahkan sudah beberapa kali mendatangi lokasi-lokasi yang menjadi sasaran ilegal drilling, mengindentifikasi persoalan bahkan bertemu dengan para pelaku penamabang minyak. Dari hasil identifikasi masalah tersebut kemudian berbagai soluasi pemecahan masalah coba disampaikan,” katanya.
 
M Hakim Nasution, pengamat hukum migas, mendukung langkah Pemkab Muba yang segera melakukan penertiban sumur minyak yang menjadi aset Pertamina yang dikelola oknum warga secara ilegal. Apalagi, tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bukan delik aduan. “Ini adalah delik biasa sehingga penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, dimana pun kegiatan illegal dirlling itu berlangsung dan terlepas apakah pemkab setuju atau menolak,” ujarnya.
 
Menurut dia, Pemkab Muba dan Polres Muba memiliki kapasitas dan kemampuan untuk menindaklanjuti kegiatan yang melanggar UU Migas. Hal ini terbukti berhasil dilakukan dibeberapa daerah lainnya sehingga bisa menekan kerugian negara, kerusakan lingkungan dan hilangnya jiwa karena praktik kegiatan usaha hulu migas yang tidak memenuhi standar keselamatan kerja. “Yang penting adalah kemauan untuk menetapkan penanganan pelanggaran kegiatan hulu migas sebagai salah satu prioritas utama,” katanya.
 
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Rahmat Hakim, Kapolres baru Muba, juga berjanji menindak para pelaku pengeboran ilegal minyak yang marak di Muba sejak beberapa tahun terakhir, baik pengeboran di wilayah kerja KKKS maupun pengeboran di wilayah milik masyarakat. Selain para penambang, beking, dan oknum aparat keamanan (polisi) yang terlibat perlindungan kegiatan illegal drilling akan ditindak.
 
“Sebelum melakukan penindakan sesuai aturan hukum yang berlaku, terlebih dahulu dilakukan pendekatan preventif dan efektif dengan cara terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, guna menjelaskan bahwa kegiatan yang dilalukan itu berbahaya,” ujarnya. (***)
Editor: HAR