Jakarta, PINews.com - Ketegasan Presiden Joko Widodo dalam memberantas Narkoba di Indonesia dibuktikannya dengan menolak grasi terpidana kasus narkoba. Namun, penolakan grasi ini dinilai akan menyulitkan hubungan diplomatik Indonesia terutama untuk melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) yang saat ini terancam hukuman mati di luar negeri.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Setara Institute, Hendardi, dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Sabtu (14/2/2015).
“Mencegah peredaran narkoba yang akuntabel dan sungguh-sungguh jauh lebih utama daripada mengeksekusi mati para terpidana. Jokowi akan mengalami kesulitan diplomatik melindungi 229 WNI yang saat ini terancam hukuman mati di luar negeri,” kata Hendardi.
Menurut Hendardi, ketegasan Jokowi menolak grasi terpidana kasus Narkoba terpidana mati gelombang kedua merupakan cara Jokowi dan kabinetnya menutupi kelemahan kinerjanya dibidang hukum, khususnya terkait dengan ketegangan KPK-Polri yang sedang terjadi.
“Merasa gagah karena menolak grasi seperti yang disampaikan Jokowi dalam beberapa forum adalah kepongahan, yang sebenarnya tidak ada hubungan langsung dengan prestasi seorang Presiden,” ujarnya.
“Sekali lagi, hukuman mati tidak pernah mendapat pembenaran dengan alasan apapun, termasuk kecemasan ancaman narkoba bagi generasi muda,” tegas hendardi.
- Danrem Dikuasai Kolonel Angkatan 1990-an, Anak Try Sutrisno dan Menantu Luhut Bersaing Jadi Jenderal
- Menyigi Potensi Peraih Adhi Makayasa Polri Beroleh Pangkat Tertinggi
- Kursi Jenderal untuk Jebolan Akademi TNI 1993
- Tahun 2015 Jumlah Pengguna Narkoba di Indonesia Capai 5 juta orang
- Bintang Terang Alumni Akmil 1989
JAKARTA,PINews.com - Cadangan batu bara nasional yang mencapai 35 miliar ton dan sumber daya sebesar