Revisi UU Migas Kunci Memberantas Illegal Drilling
Credit by: Ilustrasi Minyak Curian (Ist)

Jakarta, PINews.com - Masih terus berlanjutnya aksi illegal drilling, karena tidak adanya tindakan tegas pemerintah. Ketidaktegasan  atas kegiatan yang merugikan negara tersebut, karena belum ada kekuatan hukum yang melandasinya. Revisi Undang-Undang Migas pasca amar putusan di Mahkamah Konstitusi (MK) belum ada ketetapannya.
 
“Karena belum ada revisi dan penetapan UU Migas para pelaku (illegal Drilling) menjadikan peraturan daerah sebagai acuan dalam melakukan kegiatan yang menurut mereka legal, padahal illegal tersebut,” ujar   Wakil Ketua Komisi Tetap Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Firlie Ganinduto , saat dihubungi (Rabu, 1/10).
 
Karena itu, lanjut Firlie, revisi Undang-Undang Migas menjadi poin utamanya. Jika sudah ada revisi, maka pemerintah pusat atau aparat penegak hukum memiliki kekuatan hukum tetap untuk melakukan tindakan. Dengan adanya penetapan UU, maka peraturan dibawahnya, tidak berlaku karena ada ketentuan yang lebih tinggi.
 
Lebih jauh ia berharap, dalam pembahasan revisi UU migas yang sampai saat ini masih digodok DPR, aspek illegal drilling atau illegal tapping bisa secara tegas dimasukan di dalamnya. Karena menurutnya, kegiatan illegal Drilling ataupun Illegal tapping merupakan kegiatan yang meresahkan semua pelaku usaha hulu migas.
 
“Illegal drilling harsu masuk (revisi UU Migas). Lapangan migas, semua aset produksi huu migas masuk dalam obvitnas yang harus dijaga dan dipelihara. Jika tidak, maka menjadi ancaman bagi sektor migas ke depannya,”urainya.
 
Kegiatan haram tersebut, lanjut Direktur Utama Duta Firza itu tidak hanya merugikan perusahaan pemegang konsesi, dalam hal ini PT Pertamina, tetapi juga pemegang Production Sharing Contrack (PSC) lainnya. Karena kalau tidak ada tindakan tegas, maka sangat mungkin kegiatan tersebut juga akan terjadi di perusahaan lainnya.
 
Menurutnya, dari kegiatan tersebut, minyak yang diambil secara tidak sah itu setiap harinya mencapai 1500 BOPD - 2000 BOPD, bahkan ada yang lebih.  “satu PSC untuk bisa dapat minyak 1000 BOPD saja susahnya minta ampun, eh ini malah jumlahnya bisa lebih dari itu,” ujarnya lagi.
 
Jangka panjang imbuhnya, dengan tidaknya ada kepastian hukum, investor yang akan masuk ke sektor hulu migas juga akan berpikir ulang lagi. Sementara satu sisi, ada perusahaan migas yang benar-benar melakukan kegiatan operasioanlnya dengan baik dan sesuai aturan dikriminalisasi, sementara ada kegiatan yang merugikan negara melalui kegiatan Haram dan illegal justru dilakukan pembiaran.
 
“Jika dibiarkan kerugiannnya akan berdampak luas. Kuncinya adalah pada revisi UU migas,” katanya lagi. Sementara itu, Direktur  Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batu Bara mengatakan, persoalan  illegal drilling yang saat ini marak terjadi karena lemahnya penegakan hukum. Aparat penegakan hukum tidak optimal menjalankankan tugasnya, karena ada oknum baik dari kepolisian ataupun TNI yang ikut terlibat dan menjadi bagian dari kegiatan illegal tersebut.
 
Karena itu, agar kegiatan usaha hulu migas bisa berjalan dengan baik, kegiatan illegal bisa hilang, kalau ada komitmen baik dari Kaplori maupun Panglima TNI.  Dengan adanya komitmen dan penegakan hukum yang tegas, menunjukan bahwa negara memiliki aturan dan tidak bisa kalah atau tersandera oleh para mafia tersebut.
 
Kalau dibutuhkan, penetapan soal illegal drilling atau illlegal tapping bisa dimasukan dalam revisi UU migas. Namun yang paling utama adalah bagaiamana negara melalui aparatur penegak hukum benar-benar menjalankan tugasnya dengn baik dan tidak takut terhadap aksi-aksi para mafia.
“Negara harus kuat dan menunjukan kewibawaaannya,”  ujarnya.

Editor: Rio