Patut Jadi Contoh, Pertamina EP Dinilai Kontraktor Migas Paling Prima Jalankan Program CSR

JAKARTA- Kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tidak hanya berkewajiban melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya migas. Sesuai Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta Undang-Undang Perseroan Terbatas, KKKS juga diharuskan melaksanakan program sosial dan lingkungan di wilayah operasinya.

Salah satu KKKS yang konsisten dan punya komitmen tinggi dalam pengembangan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) di wilayah operasi perusahaan adalah PT Pertamina EP. Anak usaha PT Pertamina (Persero) sekaligus KKKS di bawah pengawasan SKK Migas ini paling konsisten dan memiliki komitmen tinggi dalam melaksanakan program TJSL bagi masyarakat di sekitar operasi. Hal itu dibuktikan melalui lebih dari 300 program berjalan per tahun dengan nilai kurang lebih Rp 40 miliar per tahun, terbanyak untuk lingkungan, pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur.

Atas komitmen dan implementasi program TJSL itu tak heran bila Pertamina EP (PEP) mendapatkan banyak penghargaan. Paling mutakhir adalah saat PEP mendapatkan Best Indonesia Green Awards 2020 pada pertengahan Maret 2020. Dalam forum Indonesia Green Awards tersebut, mayoritas field yang dikelola PEP mendapatkan penghargaan untuk enam kategori, yaitu kategori penanganan sampah plastik, penyelamatan sumber daya air, rekayasa teknologi dalam menghemat energi, pengembangan keanekaragaman hayati, memelopori pencegahan polusi, dan mengembangkan pengolahan terpadu.

Sebelumnya, PEP juga mencatatkan rekor sebagai satu-satunya perusahaan di Indonesia yang memperoleh empat PROPER Emas dalam dua tahun berturut, belum termasuk belasan PROPER Hijau yang diperoleh unit bisnis perusahaan. Empat PROPER Emas yang diraih PEP itu adalah pada 2018 melalui PEP Asset 1 Rantau Field, PEP Asset 3 Subang Field dan Tambun Field, dan PEP Asset 5 Tarakan Field serta 2019 melalui tiga unit bisnis yang sama, kecuali Tarakan Field yang digantikan oleh PEP Asset 1 Jambi Field.

Menurut Risna Resnawaty, Ketua Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjadjaran, PEP berhasil dalam mengimplementasikan TJSL. Beberapa unit bisnis PEP meraih PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, bahkan dalam dua tahun berturut meraih empat PROPER Emas.

“Saya melihat keunggulan program TJSL PEP itu ada tiga faktor, yaitu inovasi dan keunggulan jenis program, sumber daya pelaksana, dan pelaporan yang baik,” ujar pengamat CSR tersebut.

Menurut dia, peran PEP dalam pelaksanaan pembangunan saat ini tampak jika dilihat dari kuantitas maupun kualitas TJSL yang memiliki dampak positif terhadap peningkatan hidup masyarakat. Selain itu, PEP juga memiliki divisi khusus yang menangani urusan TJSL. “Dapat dikatakan jika perusahaan lain masih menjadikan TJSL sebagai kegiatan pendukung, PEP menjalankan TJSL sama seriusnya dengan menjalankan bisnisnya,” katanya.

Sudharto P Hadi, pakar manajemen lingkungan sekaligus Dewan PROPER KLHK, menambahkan komitmen PEP dalam pengelolaan lingkungan dan kepedulian sosial sangat tinggi dan menjadikan triple bottom line (profit, people dan planet) sebagai pilar-pilar pedoman dalam mewujudkan keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability). Hal tersebut terinternalisasi dalam kebijakan, strategi dan operasi perusahaan, diwujudkan dalam key performance indicator (KPI) pimpinan dan staf.

“Setiap tahun mereka menetapkan target berapa lapangan yang harus memperoleh peringkat hijau dan emas”, ujarnya kepada Dunia-Energi.

Dengan menjadikan triple bottom line sebagai pedoman, menurut Sudharto, perusahaan akan memperoleh manfaat baik tangible: efisiensi energi, konsumsi air, mengurangi timbulan limbah dan emisi dan intangible seperti citra baik, hubungan harmonis dengan stakeholder dan warga masyarakat. “Di samping itu juga memperoleh akses terhadap lembaga keuangan seperti Bank, OJK serta harga saham yang meningkat,” katanya.

Sudharto mengatakan, banyak perusahaan mengucurkan dana puluhan miliar rupiah tetapi tidak berhasil meraih peringkat emas. Dana yang besar tetapi tidak dibarengi dengan pengorganisasian yang baik justru menjadi bumerang, menciptakan warga masyarakat menjadi dependent (tergantung) dan tidak mandiri (self-sufficient community).

“Yang terpenting adalah komitmen dan pengorganisasian yang baik, membangun sistem mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Penilaian peringkat Emas titik beratnya pada pelaksanaan community development. Itu kelebihan PEP,” ujarnya. (AP)

 

Editor: alam