Blok Mahakam Mulai Dongkrak Produksi Gas Pertamina
Credit by: pertamina.co.id

Jakarta, PINnews.com - Blok Mahakam yang secara resmi mulai dikelola sejak 1 Januari 2018 mendorong kinerja produksi gas PT Pertamina (Persero) hingga naik 55% pada tiga bulan pertama 2018 menjadi 3.115 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dibanding periode yang sama 2017 sebesar 2.007 MMSCFD. Bahkan realisasi produksi kuartal I melampaui target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2018 sebesar 3.069 MMSCFD.

“Kontribusi produksi gas terbesar kami ambil dari Mahakam. Serta dari lapangan-lapangan lain, seperti Banyu Urip juga naik,” ujar Meidawati, Senior Vice President Upstream Strategic Planning and Operation Evaluation Direktorat Hulu Pertamina saat acara buka puasa bersama Pertamina dengan media massa nasional di Jakarta.

Selain gas, produksi minyak Pertamina pada kuartal I 2018 juga naik 14% menjadi 386 barrel oil per day (BOPD) dibanding periode yang sama 2017 sebesar 337 BOPD.

Menurut Meidawati, kenaikan produksi minyak terutama berasal dari PT Pertamina EP Cepu, yakni dari lapangan Banyu Urip, blok Mahakam dan kontribusi dari lapangan yang dikelola PT Pertamina International EP.

“Produksi migas kami sejak 2014 hingga 2018 terus menunjukkan peningkatan. Walaupun harga minyak turun, pada 2017 produksi kami tetap lebih tinggi dibanding 2016,” kata dia.

Total produksi produksi migas setara minyak sepanjang Januari-Maret 2018 tercatat sebesar 923 MBOEPD.

Kelola Blok Rokan

Pertamina menyatakan masih memiliki peluang untuk mengelola blok Rokan pasca kontrak PT Chevron Pacific Indonesia berakhir pada 2021. Peluang Pertamina masih terbuka, meski pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 23 Tahun 2018 tidak lagi memberikan prioritas utama ke Pertamina untuk mengelola blok-blok yang habis kontrak (terminasi).

“Kalau Pertamina bisa memberikan proposal yang lebih bagus, bisa saja itu ke Pertamina,” ujar Syamsu Alam, di tempat yang sama.

Blok Rokan hingga saat ini masih menjadi salah satu penopang produksi siap jual (lifting) nasional. Sepanjang 2017, lifting blok Rokan mencapai 224,3 ribu barel per hari (bph).

Menurut Syamsu, bicara energi tidak bisa bicara korporasi saja. Energi merupakan domainnya negara. BUMN, seperti Pertamina hanya pelaku. Seluruh blok terminasi, tidak hanya Rokan yang mempunyai wewenang untuk memutuskan siapa yang mengelola adalah pemerintah melalui menteri ESDM.

“Saat kontrak berakhir, itu statusnya (blok migas) kembali ke pemerintah. Pemerintah maunya bagaimana, apakah 100% diserahkan ke Pertamina seperti 10 blok terminasi yang kemarin atau ada pertimbangan lain, ke eksisting operator misalnya, itu seluruhnya domain pemerintah,” ungkap dia.

Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018 tentang pengelolaan wilayah kerja migas yang berakhir kontrak kerja samanya. Poin utama permen yang diterbitkan pada 24 April 2018 tersebut adalah tidak lagi menjadi Pertamina prioritas untuk ditawarkan mengelola blok terminasi yang sebelumnya diatur dalam Permen ESDM Nomor 15 Tahun 2015. Kini pemerintah memberikan prioritas ke kontraktor eksisting untuk mengelola blok terminasi.

Dia mengatakan kebijakan pengelolaan blok terminasinya sepenuhnya di pemerintah, apakah itu demi kelangsungan operasional atau apapun strategi yang dijalankan. “Tapi apakah peluang Pertamina hilang? Tidak juga,” ujarnya.

Pertamina, lanjut Syamsu, tetap berpeluang bisa mengelola blok Rokan jika proposal yang diajukan dianggap pemerintah lebih bagus. Pertamina saat ini tengah menyiapkan proposal yang secara techicically, scientifically, satisfy. Namun semua keputusan tetap di pemerintah.

“Kita bisa nawar misalnya 1.000, namun kalau ada yang bisa nawar 1.500, mungkin mereka lebih pintar dari kami atau mereka lebih berani mengambil risiko,” tandasnya.

Editor: HAR