Ini Dia Tradisi Masyarakat Indonesia Ketika Gerhana
Credit by: ayobandung

Jakarta,PINews.com,- Gerhana-, baik gerhana bulan ataupun gerhana matahari merupakan fenomena alam, yakni ketika mathari, bulan dan bumi berada dalam satu garis lurus. Gerhana bulan, misalkan oleh para ahli disebutkan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang Bulan tertutup oleh bayangan Bumi, karena Bumi berada di antara Matahari dan Bulan pada garis lurus. Ataupun gerhana matahari terjadi ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari.Bagi ilmuan, gerhana merupakan fenomena yang lumrah terjadi pada durasi waktu tertentu, sehingga menyikapinya dengan sudut pandang ilmiah juga.

Lain halnya dengan masyarakat awam. Kejadian gerhana, baik gerhana bulan ataupun gerhana matahari direspon dengan cara yang berbeda dan mungkin terlihat unik. Berikut ini beberapa tradisi masyarakat Indonesia ketika terjadi gerhana.

Tradisi Pukul Kaleng dan Seng

Di Nusa Tenggara Timur (NTT), saat gerhana akan datang, masyarakat akan beramai-ramai memukul kaleng, seng atau perlatan yang berbahan baja atau besi sehingga menimbulkan suara gaduh dan ramai. Pukulan kaleng atau seng akan semakain riuh, ketika gerhana benar-benar terlihat dan perlahan sepi atau berkurang ketika gerhana berakhir.

Mereka percaya, bunyi bunyian berupa pukulan seng atau kaleng akan mempercepat proses gerhana, baik pada saat gerhana bulan ataupun gerhana matahri.

Dolo- Dolo

Seperti di NTT, masyarakat di Ternate dan Sulawesi Utara juga memiliki tradisi saat terjadi gerhana. Hampir sama, mereka akan memukul benda sehingga menimbulkan suara gaduh dan ramai. Tetapi bukan kaleng atau seng, melainkan kentongan bambu. Masyarkat menanggap, gerhana terjadi karena ada sosok naga yang akan menelan matahari sehingga bumi menjadi gelap.

Tradisi yang disebut dolo-dolo ini dipercaya bahwa, saat bunyi kentongan bambu dibunyikan secara ramai dan serempak, hasrat naga yang ingin menelan matahari tidak jadi, sehingga matahari bisa segera bersinar kembali.

Sementara masih di Maluku Utara, tepatnya di Jailolo, saat terjadi gerhana, benda yang dipukul adalah tempurung kelapa. Keyakinanya sama, jika tempurung kelapa dibunyikan, gerhana akan segera berakhir.

Gerantung

Di Kalimantan Tengah, masyarakat meyakini bahwa gerhana terjadi karena adanya perkelahian antara matahari dan bulan. Karena perkelahian tersebut, bumi menjadi gelap. Karena itu, masyarakat mengeluarkan benda-benda yang ada di dalam rumah mereka dan membunyikannya.

Membunyikan benda-benda yang disebut gerantung tersebut diyakini sebagai upaya untuk melerai, mendamaikan percekcokan yang terjadi antara matahari dan bulan. Tidak hanya memukul benda, sebagian ada yang melantunkan pantun-pantun yang biasa disebut Mansana.

Di wilayah lain di Kalimantan Tengah, tradisi gerantung tidak hanya soal memukul benda-benda. Momentum gerhana, khususnya gerhana mathari dipakai untuk meramal. Bagi masyarakat di sana, gerhana mathari merupakan sebuah pertanda akan datang kejadian besar. Entah itu kejadian baik ataupun buruk. Kepala adat menjadi sumber masyarakat bertanya atau meramal nasib mereka.

Karena itu ketika terjadinya gerhana, banyak masyarakat yang mendekatkan diri kepada kepala adat untuk mengetahui isi dari ramalan itu ataupun minta diramalkan. Tradisi meramal ini sudah diwariskan kepada masyarakat setempat dari nenek moyang mereka.

Memukul Pohon

Suku Dayak Ngaju, memiliki tradisi tersendiri saat gerhana datang. Mumukul pohon. Pada saat gerhana masyarkat berbondong- bondong menuju kebun dan menggoyang- goyangkan atau memukul-mukul batang pohon buah. Tradisi ini dipercaya akan membangkitkan Gana, yaitu roh yang ada di pohon. Mereka meyakini bahwa Gana ada disetiap pohon dan pada saat gerhana dia harus dibangunkan agar pohon yang menjadi tempatnya berbuah lebat pada waktu berikutnya.

Memukul Gejog Lesung

Tradisi memukul benda saat gerhana dilakukan di Jawa. Masyarkat Jawa memiliki keyakinan tersendiri tentang gerhana yang terjadi. Bagi mereka, gerhana matahari adalah keyakinan tentang kisah Batara Kala yang ingin hidup abadi. Dan karena keinginnya ini, Batara Kala mencuri air abadi yang bernama Tirta Amerta yang berada di tempat tinggal para dewa. Namun ketika Batara Kala meneguk air tersebut, belum sempat sampat tenggorokan, Batara Guru yang mengetahui pencurian Batara Kala melemparkan senjata yang berupa cakra kearah Batara Kala.

Cakra itu sekejap memisahkan kepala Batara Kala dari tubuhnya. Namun kesaktian Tirta Amerta terbukti, walaupun sudah terpisah dari tubuhnya, kepala Batara Kala tetap hidup dan hidup mendendam kepada Batara Kala. Batara yang marah mencoba menelan matahari agar bumi selalu dalam keadaan gelap.

Bagi mereka yang meyakini kebenaran dari cerita ini, pada saat gerhana matahari sedang berlangsung, mereka memukul- mukul lesung. Lesung mereka simbolkan sebagai jasad dari Batara Kala. Mereka meyakini jika lesung dipukul- pukul maka kepala Batara Kala akan merasa geli dan akan memuntahkan kembali matahari sehingga bumi kembali terang.

Tradisi yang dilakukan oleh masyarkat Jawa ini biasa dilangsungkan pada saat terjadinya gerhana matahari dan dilakukan oleh sekitar empat sampai lima orang yang memukul lesung  dengan alu  sehingga menciptakan sebuah lantunan irama.

Ini adalah tradisi yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Tradisi menyambut fenomena alam seperti gerhana mungkin saja terjadi di hampir setiap daerah. Caranya bisa sama, hanya nama yang mungkin saja berbeda. Bagiaman dengan tradisi menyambut gerhana di daerahmu? (berbagai sumber)

Editor: