SP PLN Tolak Swastanisasi Proyek Pembangkit Listrik
Credit by: Dok. SP PLN

Jakarta-TAMBANG. Surat Menteri Keuangan terkait kondisi keuangan PLN yang mengkhawatirkan  mendapat perhatian dari Serikat Pekerja PT PLN yang sedang melaksanakan Rapimnas SP PLN. Ketua Umum SP PLN Ir. Jumadis Abda MM, MEng yang hadir dalam Rapimnas menyampaikan pendapat terkait kondisi keuangan perusahaan listrik plat merah tersebut. Ia pun menganggap aneh solusi yang yang ditawarkan Kementerian BUMN dan Kementrian ESDM. Kedua kementrian ini mendorong menurunkan biaya produksi listrik terutama di sisi energi primer serta mengevaluasi pembangunan pembangkit program 35.000 MW yang sangat berlebih dan tidak sesuai kebutuhan.

Jumadis menyebut solusi tersebut justeru malah akan memberatkan keuangan PLN. "Kita melihat aneh saja solusi yang disampaikan. Apakah ini karena ketidaktahuan Menteri yang bersangkutan karena memang bukan dikompetensinya atau mungkin ada unsur kepentingan lain" tandas Jumadis.

Menurutnya menyerahkan ke swasta aset yang merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak merupakan pelanggaran konstitusi UUD 1945 pasal 33 ayat 2. Di sanah ditegaskan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. “Jadi menurut konstitusi tidak boleh diserahkan dan dikuasai perusahaan pribadi atau privat. Kalau mau memaksakan juga agar tidak melanggar konstitusi rubah dulu konstitusinya", kata Jumadis.

Selain itu menurut Jumasi untuk membangun pembangkit baik oleh PLN maupun swasta berasal dari hutang. Bahkan bila swasta yang membangun pembangkit, justeru PLN dikenai kewajiban take or pay. Ambil atau tidak diambil kWh produksi listriknya maka PLN harus bayar dengan capacity factor 80%.

Oleh karenanya Serikat Pekerja PLN melihat bahwa solusi untuk menurun biaya produksi ( bpp ) seperti di surat Menkeu adalah hal yang tepat untuk dilakukan terutama di energi primer. Dari bauran energi serta harga energi primer saja bila dilakukan bisa mendapatkan penghematan sampai Rp. 40 Triliun / tahun.

“Apalagi pola operasi yang lebih boros dengan keberadaan  listrik swasta bisa dibenahi dan ditinjau ulang, termasuk biaya pemeliharaan pembangkit China yang sering rusak. Biaya pemeliharaannya sangat besar melebihi kewajarannya sehingga memboroskan keuangan PLN", ungkapnya lagi.

Jumadi pun mengatakan seharusnya dari ketiga unsur ini saja PLN bisa mencegah pemborosan Rp. 60 Triliun/ tahun. Ini merupakan penghematan yang signifikan untuk PLN agar keuangan PLN bisa sehat.

Apalagi kebocoran-kebocoran lain bisa dihentikan mulai dari masalah Marine Vessel Power Plant ( MVPP ), informasi yang didapatkan dari anggota SP PLN di Sumatera Utara, MVPP di Belawan saja menimbulkan  ketidakefisienan PLN dapat mencapai Rp. 650 Milyar/tahun.

Serikat Pekerja pun minta Presiden harus cepat bertindak untuk menyelamatkan PLN. Termasuk membabat habis broker atau makelar yang masih bergentayangan di kelistrikan kita.

"Bukankan Presiden sendiri yang telah membuka dan mengungkapkan saat peresmian PLTP Lahendong diakhir 2016 yang lalu bahwa listrik Indonesia mahal karena banyak broker dan makelar. Sehingga harga listrik Indonesia lebih mahal dari negara lain. Kita dukung Presiden untuk memberantas itu", tegas Jumadis.

Seriakt Pekerja pun mendorong reformasi Direksi PLN yang membuka dan memberi kesempatan kepada broker dan makelar itu. Kalau perlu paralel dengan proses hukumnya. Karena mengingat kerugian PLN sangat besar.

"Jadi upaya swastanisasi yang diusung oleh Menteri ESDM dan Menteri BUMN, termasuk beberapa pihak lain yang berkepentingan mencari untung dari PLN bukanlah solusi. Justeru bila itu yang akan dilakukan,  maka kami khawatir akan membuat kondisi PLN lebih terpuruk lagi.,”pungkas Jumadis

 

Editor: ES