Ajudan Presiden Calon Pimpinan Polri Masa Depan
Credit by: goriau.com

Jakarta-PINews.com- Setelah lama menanti, keputusan itu terbit juga. Presiden Joko Widodo akhirnya menunjuk Komisaris Besar Polisi Jhonny Edison Isir,  Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, sebagai ajudan presiden. Jhonny, jebolan Akpol 1996, menggantikan Brigjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang sejak Oktober 2016 didapuk sebagai Kepala Polda Banten.

Penunjukan Jhonny, peraih  Adhi Makayasa 1996, tampaknya cukup tepat. Apalagi, Jhonny memiliki rekam jejak yang tak kalah cemerlang dibandingkan Listyo atau pun sejumlah ajudan presiden lain, termasuk yang berasal dari Polri. Bahkan, Jhonny melengkapi empat peraih Adhi Makayasa Polri yang berkesempatan mencicipi kursi ajudan presiden. Sebelumnya, tiga perwira menengah Polri  peraih Adhi Makayasa saat lulus Akpol menjadi orang yang berada di Ring Satu Presiden. Siapa saja?

Pertama, Sutanto. Saat menjadi kolonel (kini komisaris besar polisi), lulusan terbaik Akpol

1973 itu menjadi ajudan presiden 1995-1998. Karier pria  kelahiran Comal, Pemalang, Jawa Tengah 30 September  1950 itu bahkan sangat cemerlang. Selepas jadi ajudan, Sutanto didapuk jadi Wakapolda Metro Jaya dengan pangkat brigadir jenderal dari 1998-2000. Setelah itu, kariernya meroket. Dimulai dari Kapolda Sumatera Utara dan Kepala Polda Jawa Timur.

Pangkat bintang tiga diraihnya pada 2002 saat menjabat Kepala Lemdiklat diteruskan dengan Kalakhar BNN  selama lima bulan pada 2005. Selama tiga tahun, dari 2005 sampai September 2008, Sutanto menjadi  orang nomor satu di lingkungan Polri. Setelah pensiun, Sutanto jadi Komut Pertamina selama 10 bulan untuk kemudian didapuk jadi Kepala BIN.

Kedua, Rycko Amelza Dahniel. Lulusan terbaik Akpol 1988 ini menjadi ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009 setelah menduduki kursi Kapolres Jakarta Utara pada 2009. Karier kelahiran Bogor, 14 Agustus 1966 itu termasuk perwira Polri yang cemerlang. Dia termasuk polisi yang mendapat kenaikan pangkat luar biasa saat tergabung dalam tim Bareskrim, yang melumpuhkan teroris Dr Azahari dan kelompoknya di Rycko mendapatkan penghargaan dari Kapolri Sutanto bersama seumlah seniornya seperti   Tito Karnavian (kini Kapolri, peraih Adhi Makayasa 1987), Petrus Reinhard Goloso (Akpol 1987, kini Kapolda Bali, Idham Azis (Akmil 1988, kini Kapolda Metro Jaya), dll.

Rycko adalah perwira Polri yang cerdas. Selain meraih Adhi Makayasa, dia juga adalah lulusan Sespimpol terbaik untuk penulisan naskah strategis. Selain itu, Rycko juga meraih master Ilmu Administradi dari UI pada 2001 dan Doktor Kajian Ilmu Kepolisian UI pada 2008 dengan predikat cum laude.  Pangkat brigjen dirainya saat menjadi Wakapolda Jabar setelah sebelumnya dimutasi dari ajudan presiden menjadi  Kepala Lembaga Kerjasama Pendidikan Dit PPITK PTIK. Selapas itu, dia menjadi ketua STIK Lemdikpol, Kapolda Sumut, dan kini Gubernur Akpol.

Peluang Rycko untuk mencapai puncak karier sebagai Kapolri sangat tinggi. Kendati menjadi nomor satu  di lingkiungan Polri adalah jabatan politis, kans Rycko  paling terbuka dibandingkan sejumlah perwira tinggi bintang dua lainnya. Apalagi, Rycko masih tujuh tahun lagi pensiun dari lingkungan  Polri. Pangkat komisaris jenderal polisi diyakini bakal segera disandangnya paling lama pada 2018. Pos yang sangat pas bagi yang bersangkutan dengan pangkat itu adalah Kepala Lemdikpol menggantikan Komjen Mochgyarto (lulusan terbaik Akpol 1986) yang berpotensi jadi Wakapolri di masa depan.

Ketiga, Ahmad Dhofiri. Pria kelahiran Indramayu, Jawa Barat, 4 Juni 1967 ini  adalah jebolan terbaik cum peraih Adhi Makayasa Akpol 1989. Pernah menjadi ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum digantikan oleh  Listyo Sigit Prabowo (Akpol 1989). Ahmad Dhofiri adalah seorang perwira Polri yang  cerdas dan rekam jejaknya juga termasuk bagus. Sejak November 2016, yang bersangkutan menjabat Kepala Kepolisian Daerah Istmewa Yogyakarta. Sebelum itu, Dhofiri menjabat Karosunluhkum Divkum Polri, Kapolda Banten, Karo Binkar SSDM Polri, Wakapolda DI Yogyakarta, dan Koorspripim Polri.  Dia juga pernah menjadi Kapolres Bandung, Wakapolwiltabes Bandung, Kapoltabes Yogyakarta, dan Kepala Bagian Kermadagri Biro Bangpers SDE SDM Polri.

Selepas Dhofiri, baru muncul lagi lulusan terbaik Akpol (1996) yang dipercaya jadi ajudan, yaitu Jhonny Edison Isir. Pilihan presiden dan pimpinan Polri kepada Jhonny sangat tepat. Apalagi, pria kelahiran Jayapura, 7 Juni 1975 ini memiliki prestasi cukup  baik.   Sebelum didapuk jadi ajudan, pada Maret 2017 Jhonny sebenarnya baru  promosi dari Wakadireskrimsus Polda Banten menjadi Direskrimsus Polda Riau. Sebelumnya,  peraih Master Transnational Crime Prevenetion/MTCP dari University of Wollongong Australia (2006) ini adalah dosetn utama STIK Lemdikpol.

Jauh sebelum itu, Jhonny dua kali menjabat Kapolres: Jayawijaya dan Manokwari. Jhonny lama bertugas di Polda Jatim dengan sejumlah jabatan seperti Kanitresintel Polsek Krembangan, Kapolsel Karangpilang,  Kanit I Sat II Ekonomi Ditreskrim Polda Jatim, Wakasatserse Polwiltabes Surabaya, Wakapolres Surabaya Selatan dan Kanit II Sat I Pidum Ditreskrim Polda Jatim.

Peluang Jhonny menjadi brigjen  dalam waktu tidak terlalu  lama lagi juga sangat terbuka. Bila Listyo didapuk jadi Kapolda Banten setelah menjadi ajudan presiden, sejatinya Jhonny pun dapat dan  berhak memperoleh   peluang itu. Kans Jhonny untuk meraih jenjang pangkat lebih tinggi, ke kursi komisaris jenderal polisi misalnya, amat sangat terbuka. Rekam jejak, ditambah dengan predikat jebolan terbaik Akpol, adalah tiket khusus untuk yang bersangkutan beroleh pangkat lebih jauh dari saat ini.

Kans Rycko, Dhofiri dan Jhonny meraih pangkat komisaris jenderal sangat terbuka. Namun, peluang mereka untuk menjadi orang nomor satu di lingkungan Polri, jauh lebih sulit. Tak semudah membalik telapak tangan. Maklum saja, urusan penentuan Kapolri lebih banyak aspek politik kendati aspek rekam jejak serta profesionalisme dan chemistry sang calon Kapolri dengan Presiden ikut jadi  pertimbangan.

Buktinya, dari sejumlah mantan ajudan yang pernah jadi orang nomor stu di Polri, beberapa bahkan bukan  “yang terbaik” saat lulus Akpol. Misalnya, Sutarman, seusai jadi ajudan Presiden Abdurrahman Wahid, pernah memimpin Polda Metro Jaya (2010) dan Polda Jawa Barat (2010-2011). Kemudian promosi jadi Kapolri menggantikan Jenderal Polisi Bambang Hendarso. Jauh sebelum itu, Kunarto, mantan ajudan Soeharto,  memimpin Polri pada 1991-1993. Sebelum menjadi Kapolri ke-11, dia merupakan ajudan Presiden Soeharto selama tujuh tahun, 1979-1986. Setelah menjadi ajudan presiden, dia menjabat Wakapolda Metro Jaya (1986-1987) dan Kapolda Sumatera Utara (1987-1989).

Selain Kunarto, Dibyo Widodo juga merupakan Kapolri yang sebelumnya menjadi mantan ajudan Soeharto. Dibyo menjadi ajudan presiden pada 1986-1992. Sebelum menjadi Kapolri ke-13, Dibyo menjabat Kapolda Metro Jaya.

Budi Gunawan (Akpol 1983), bekas ajudan Megawati (2001-2004) tak mampu menjadi Kapolri. Kariernya berakhir di kursi Wakapolri sebelum promosi jadi kepala BIN. Sementara itu, Komjen Putut Eko Bayu Seno (bekas ajudan SBY 2004-2009, alumni Akpol 1984) juga  relatif sulit menggusur  Tito Karnavian dari kursi Kapolri. Apalagi, Putut, yang saat ini menjadi Kabaharkam, masa dinasnya  kurang dari dua tahun lagi.

Peluang tertinggi Kapolri pasca-Tito memang hanya ada pada segelintir orang. Dan di antara sedikit orang itu, Rycko yang paling mendekati.  Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis juga punya potensi. Hanya kinerjanya sebagai Kapolda Metro Jaya sejauh ini belum teruji betul. Entah di kemudian hari. . (DR)

Editor: