HIPMI Minta DPR Tunda Revisi UU Perpajakan
Credit by: pajak.go.id

Jakarta-PINews.com. Rencana dilakukan revisi Undang-Undang  Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menuai sikap pro dan kontra. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) misalnya meminta DPR menghentikan revisi tersebut. Permintaan ini disampaikan setelah melihat beberapa point dari usulan revisi yang disampaikan Kementrian Keuangan. Kalangan pengusaha muda menilai beberapa usulan revisi tersebut berpotensi mengganggu iklim investasi dan dunia usaha di Tanah Air.

 “Ada beberapa poin dari usulan pemerintah yang perlu dicermati di revisi UU KUP, yang bila tidak dipertimbangkan dengan matang akan sangat mengganggu bagi dunia usaha. Sebaiknya revisi itu ditolak oleh DPR saja, sebab materi revisinya menjadi semacan disinsentif bagi dunia usaha,” demikian disampaikan Ketua Bidang Keuangan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Irfan Anwar di Jakarta (1/7).

Irfan pun menyebutkan pasal 109 yang menyebutkan hampir semua kesalahan dapat dikenai sanksi pidana seperti tidak punya NPWP/PKP atau melaporkan SPT dengan tidak benar/lengkap.

“Kesalahan yang bersifat ringan atau kealpaan atau tergolong dalam tindak pidana ringan, sebaiknya tidak dipidana penjara namun dapat dengan sanksi administratif saja,” ujarnya. Disisi lain bila dalam pelaporan tersebut, kesalahan datangnya dari pihak staf perpajakan, tidak ada sanksi yang dikenakan.

Usulan krusial lainnya, pada pasal 95 untuk melakukan spinoff  Dirjen Pajak menjadi lembaga dibawah Presiden secara langsung. Menurutnya perumusan kebijakan perpajakan, penyelenggaraan administrasi perpajakan, serta penghimpunan pajak, untuk saat ini sebaiknya tetap oleh menteri di bidang keuangan sebagaimana yang berjalan sekarang.

“Hal ini penting untuk memastikan kontrol menjaga batas defisit dan tidak menimbulkan lembaga superbody baru yang mengkawatirkan dunia usaha. Kekuasaan lembaga perpajakan menjadi sangat besar,” kata Irfan lagi.

Meski dengan posisi dibawah Presiden, lembaga pajak memiliki otoritas jelas, tegas dan besar karena bertanggungjawab langsung ke presiden. Namun menurutnya di sisi lain, lembaga itu bisa memunculkan lembaga superbody lalu dia susah berkoordinasi dengan lembaga lain dan menimbulkan keengganan berinvestasi.

Irfan mengatakan, ada sekitar 13 pasal usulan Kementrian Keuangan yang sangat krusial bagi dunia usaha. Namun, secara umum, hanya ada dua semangat yang terdapat dalam 13 pasal revisi tersebut. “Pertama, ada semangat yang kuat negara untuk mempidanakan wajib pajak dan kedua penguatan dirjen pajak, sehingga lembaga perpajakan dapat membuat aturan, juklak-juklak secara sepihak, sehingga mempersulit dunia usaha,” jelasnya lagi.

Semangat ini dikhawatirkan akan kontra produktif dengan semangat pemerintahan Jokowi-JK dalam mendorong investasi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi.”Satu hal lagi, kita khawatir dana repatriasi yang sudah masuk lewat tax amnesty malah nantinya ditarik lagi ke luar, investasi kembali melemah. Yang kita inginkan bagaimana pajak dapat menjadi insentif sehingga dana-dana itu masuk ke sistem perekonomian kita,” tandas Irfan.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut diatas menurut Ifran, dunia usaha meminta agar pemerintah memikirkan secara matang revisi UU KUP tersebut.

 

Editor: ES