
Indonesia secara geografis berada dalam jalur cincin api (ring of fire) kawasan Pasifik yang merupakan zona teraktif dengan deretan gunung berapi dunia. Lingkaran api pasifik tersebut menyebabkan Indonesia sering menderita bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi. Bahkan, bencana tersebut kadang memicu bencana lain yang dahsyat seperti tsunami.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Resiko Bencana (UN-ISDR), posisi Indonesia masuk dalam negara rentan bencana terkait jumlah manusia yang terancam kehilangan nyawa akibat bencan alam tersebut. Indonesia menempati peringkat pertama dari 265 negara di dunia yang disurvei badan PBB itu. Resiko ancaman tsunami di Indonesia bahkan lebih tinggi dibandingkan Jepang. Dalam perhitungan UN-ISDR, ada 5.402.239 orang yang berpotensi terkena dampaknya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menyatakan Indonesia juga menduduki peringkat tiga untuk ancaman gempa serta posisi enam untuk bencana banjir. Ancaman paling tinggi dari ancaman bahaya Tsunami, tanah longsor dan gunung berapi. Dari sisi dampak yang terjadi akibat bencana, gempa bumi paling besar dengan ancaman merenggut 11 juta penduduk serta banjir berikutnya yang mengancam 1 juta jiwa.
Dengan letak geografis Indonesia yang berada di tiga lempeng dunia: Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik, sangat susah mengelak dari berbagai ancaman alam tersebut. Yang bisa dilakukan semua pihak adalah berusaha hidup harmoni dengan alam dan berusaha keras memperkecil dampak bencana tersebut.
Salah satu bencana paling hebat yang diderita Indonesia adalah tsunami Aceh pada akhir 2004 yang menelan korban jutaan jiwa. Bencana akibat tumbukan lempeng Burma dan lempeng Hindia sehingga menimbulkan gempa 9,2 SR dan tsunami setinggi 30 meter itu meluluhtantakan Negeri Serambi Mekah itu.
Wakil Rektor IV Universitas Syiah Kuala Dr Nazamuddin mengatakan bencana dahsyat yang terjadi di Aceh membuat orang-orang sadar akan risiko bencana yang bisa datang kapan saja, terlebih diperlukan pemulihan pascabencana. "Tentu saja meninggalkan kita begitu banyak kenangan," kata Nazamuddin saat menyampaikan rilis terkait kegiatan bertajuk “The 10th Aceh International Workshop and Expo on Sustainable Tsunami Disaster Recovery (AIWEST-DR) 2016”.
Pascatsunami Aceh, bencana alam lainnya terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Meletusnya gunung Merapi di Yogyakarta, Gunung Sianbung yang masih terus mengeluarkan lahar dan debu, banjir yang menerjang wilayah Jawa Barat dan terakhir gempa bumi yang terjadi di Pidie Jaya Aceh.
Penanganan traumatik pasca bencana sangat penting agar masyarakat bisa kembali normal beraktivitas. Kegiatan ini bukan perkara mudah karena pemulihan pasca bencana, bukan sekedar perkara mengembalikan fisik bangunan atau pengadaan infrastruktur yang rusak, tetapi lebih kepada pendekatan psikologis dan kemanusiaan, sehingga masyarakat yang terpapar bencana bisa kembali hidup normal dan terus melakukan aktivitas mereka.
Banyak pihak dari kalangan internasional dan nasional bergandengan tangan membantu proses rekonstruksi Aceh. Salah satu perusahaan yang berpartisipasi dalam penanganan bencana Aceh pada 2004 adalah PT Chevron Pacific Indonesia. Chevron mendukung upaya tanggap darurat dan pembangunan kembali pasca bencana alam di Indonesia bekerja sama dengan mitra baik lokal maupun internasional. Kerjasama tersebut untuk mengembalikan akses layanan kesehatan dan kebutuhan dasar manusia serta menerapkan upaya pemulihan jangka panjang.
“Sebagai respons terhadap gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan bagian utara Sumatera pada tahun 2004, dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah Aceh dan berbagai mitra, kami menyumbangkan sekitar US$15 juta untuk program cepat tanggap darurat bencana serta pemulihan jangka panjang,” tutur Yanto Sianipar, Senior Vice President Policy, Government, and Public Affair PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Pembangunan jangka panjang, menjadi kata kunci kegiatan pemuliahan pasca bencana yang dilakukan Cehvron bersama mitranya. Karena itu, yang menjadi penekanan utama adalah pada pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan merupakan kunci pengembangan kapasitas dan mempertahankan pengembangan ekonomi di kawasan yang terkena dampak bencana, baik terutama tsunami.
Untuk kasus Aceh, untuk menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja saat inik maupun jangka panjang, salah satu yang dilakukan yakni melalui pendirian politeknik Aceh. Politeknik Aceh memulai tahun ajaran pertamanya pada tahun 2008. Fasilitas seluas 9.000 meter persegi dengan berkapasitas 450 mahasiswa ini diresmikan pada 23 Februari 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Politeknik Aceh menawarkan gelar di bidang teknik mekatronika, teknik informatika, teknik elektronika industri dan akuntansi.
“Pembangunan Politeknik Aceh sebenarnay duplikasi dari pembangunan Politeknik Riau yang sudah dibangun sebelumnya pada 2001,” tambahnya.
Chevron, yang bersama para mitra joint venture bekerja di bawah pengawasan dan pengendalian SKK Migas berdasarkan kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC), membiayai penuh pendirian kontruksi bangunan politeknik ini dengan dana sekitar US$6 juta. Kami menyumbangkan US$14,7 juta untuk pemulihan paska bencana, mencakup pembangunan Politeknik Aceh dan sekitar US$9 juta untuk mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang serta upaya pertumbuhan yang berkelanjutan.
Selain bencana Aceh, Chevron juga ikut membantu penanganan pascabencana baik di Sumatera Barat maupun Jawa Barat di tahun 2009. Karena seringnya intensitas gempa yang melanda Indonesia, sebuah program dicanangakan oleh perusahaan asal amerika ini yakni Chevron Earthquake Recovery Initiative (CERI). Ini adalah program rehabilitasi sekolah. Anggaran disiapkan sekitar US$1,8 juta untuk membantu membangun kembali sekolah-sekolah yang rusak parah.
Kejadian Aceh 2004, menjadi titik tolak bagi Chevron untuk terus berkiprah dan berpartisipasi, berkomitmen melakukan pemulihan pascabencana pada setiap kejadian bencana alam yang terjadi. Investasi sosial yang dilakukan Chevron bermuara pada pemulihan dan pembangunan jangka panjang. “Program pemulihan bencana yang kita lakukan, selalu beroronetasi pada visi yang lebih jauh dan lebih luas,” tegas Yanto.
- Danrem Dikuasai Kolonel Angkatan 1990-an, Anak Try Sutrisno dan Menantu Luhut Bersaing Jadi Jenderal
- Menyigi Potensi Peraih Adhi Makayasa Polri Beroleh Pangkat Tertinggi
- Kursi Jenderal untuk Jebolan Akademi TNI 1993
- Tahun 2015 Jumlah Pengguna Narkoba di Indonesia Capai 5 juta orang
- Bintang Terang Alumni Akmil 1989

JAKARTA, PINews.com - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), subholding Refining and Petrochemical
- Pertamina Fasilitasi Sertifikasi Halal dan HaKI untuk Genjot Daya Saing UMKM
- Kabar Gembira, Produksi Minyak Pertamina Diawal Tahun Tembus 553,67 Ribu Barel Per Hari
- Kiprah 17 Tahun Pertamina Drilling Membantu Pencapaian Produksi Migas Nasional
- Ini Inisiatif Pertamina Drilling untuk mengurangi Emisi Karbon