
Cilamaya, PINews.com - Jamur menjadi alternatif petani di Cilamaya , Karawang untuk mengatrol kesejahteraan. Pasarnya masih terbuka lebar.
Darah petani memanggilnya kembali ke sawah. Dia meninggalkan Fakultas Hukum , di salah satu PTS di Bandung, untuk meneruskan jejak yang dirintis ayahnya sebagai petani. “Tinggal skripsi, saya pulang karena ayah sakit, “ ujar Haji Sudin, 36 tahun mengenang kejadian belasan tahun lalu.
Ternyata, kepulangannya pada tahun 2000 itu menjadi titik balik kehidupan Sudin. Dia mulai menggeluti sawah yang sebelumnya tak pernah diliriknya. Di Desa Sukamulya , Cilamaya Kulon, Karawang, petani menjadi profesi yang diwariskan turun temurun.
Tak lama berselang, ayahnya berpulang. Sudin pun memutuskan tak kembali ke bangku kuliah. “Sayang memang tapi bagaimana lagi,” ujar ayah tiga anak ini kepada Portal Indonesia News beberapa waktu lalu. Dia menjalani rutinitas petani dengan segala romantikanya , yang kebingungan jika pupuk langka dan menjerit karena harga panen jatuh.
Apalagi dia memulai dari tanah yang tak begitu luas, sekitar 1,5 bau atau sekitar satu hektare. Seperti juga kebanyakan petani di Indonesia, dia mengalami periode kantong kempis. “ Hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tak ngutang juga sudah untung, “ ujar lelaki berperawakan kecil tersebut.
Toh H. Sudin tak menyerah. Hidupnya mulai membaik pada 2007 saat dia mulai menggeluti jamur. “Saya ikut-ikutan teman,” ujarnya. Saat itu pemerintah mulai menggiatkan kelopok tani. Haji Sudin karena dianggap yang paling “berpendidikan “ dipilih para koleganya sebagai Ketua Kelompok Tani Tani Mulya Abadi. Hampir bersamaan dengan itu PT Pertamina EP Field Subang menggelar pelatihan jamur dengan mendatangkan petani jamur dari daerah lain yang sudah sukses.
Jamur memang potensial dikembangkan petani di situ. Jerami yang merupakan media utama untuk memelihara jamur melimpah. Cilamaya Kulon bersama kecamatan lan di Karawang dari dulu sampai sekarang terkenal sebagai gudang beras.
Budidaya daya jamur menggiurkan. Berapapun banyak hasil panen selalu diserap pasar. “Pengepul datang sendiri ke sini,” ujarnya. Dengan jamur, hidup Sudin mulai terang. “Karena jamur , sekarang saya berani nyicil mobil, “ kata Sudin. Beda dengan padi yang panen enam bulan sekali, jamur bisa dipanen dalam empat puluh hari. Dengan enam kumbung yang dipunyainya—empat kumbung milik sendiri dan dua dari PT Pertamina EP Field Subang, H. Sudin bisa panen tiap bulan.
Dari rezeki jamur, dia bisa meluaskan sawahnya, Kini dia punya sekitar lima hektare. Tiap hektare , minimal menghasilkan empat kuintal padi. Dengan harga gabah Rp 5.000 seperti sekarang, dia bisa mengantongi Rp 20 juta, dipotong biaya Rp 3-5 juta , dia bisa mengantongi Rp 15 juta per hektare. Dari lima hektare bisa dapat Rp 75 juta. “ Tapi itu manisnya . Sekali gagal panen amblas dengan modal-modalnya,” ujarnya.
Ia bersyukur kini punya penghasilan cadangan dari jamur yang bisa diandalkan tiap bulan. “Kalau padi harus menunggu enam bulan untuk jadi duit, dari jamur bisa gajian tiap bulan seperti karyawan, “ ujar Sudin
Meski jamur menggiurkan, Sudin tak berniat meninggalkan sawah. “Ini sudah amanat orang tua,” ujarnya. Dengan harga jual 25.000 per kg, agar bisa tersenyum , satu kumbung harus bisa menghasilkan minimal 2 kuintal. Kalau hanya satu setengah kuintal, hanya balik modal. Per satu kali panen, modal yang dibutuhkan sekitar 2 juta rupiah untuk material jerami, bibit , upah dan lain-lain. Bukankah sebagai daerah pertanian, jerami seharusnya gratis? “Jeraminya sih gratis, tapi untuk sampai di kumbung kan harus bayar angkut,” ujarnya .
Kumbung adalah sebutan untuk tempat budidaya jamur, biasanya dindingnya dibuat dari bambu. Di dalamnya terdapat hamparan-hamparan bambu bertingkat –tingkat untuk menaruh jerami. Bibit –bibit jamur kemudian disebar di situ. Seperti juga rumah, kumbung juga dilengkapi jendela. Jika suhu ruangan terlalu panas, jendela dibuka. “Kunci budidaya jamur itu hanya suhu dan kelembaban,” ujar Sudin.
Untuk jamur merang yang diangap paling cocok dibudidayakan di daerah panas seperti Karawang, suhu tak boleh kurang atau lebih dari 32 derajat, sedangkan kelembaban minimal 90. Ia menggunakan termometer untuk mengukurnya, “ Jika terlalu panas diturunkan lagi dengan membuka jendela,” Sudin menambahkan. Sedangkan untuk kelembaban, Sudin hanya mengandalkan perasaan . Kalau kurang lembab, disiram dengan air.
Jamur juga sangat anti pestiida. JIka menyiram air memakai tempat bekas nyemprot urea, bisa dipastikan jamur tak akan tumbuh. Gangguan lainnya kalau media yang dipakai pembibitan tak steril. Manisnya jamur berubah menjadi masam. “Pernah dari satu kumbung saya hanya dapat 15 kg,” ujar Sudin
Satu kumbung itu membutuhkan biaya sekitar Rp 7,5 juta. Lumayan besar sehingga banyak petani yang mengurungkan niatnya untuk budidaya jamur. Beruntunglah PT Pertamina EP Field Subang mengulurkan bantuan dengan membangunkan beberapa kumbung. Tentu bukan hadiah gratis. Kumbung itu dikelola oleh kelompok. Khusus untuk budidaya jamur, Gapoktan Mulya Abadi membentuk kelompok Sentosa. Jika di Mulya Abadi, Sudin jadi Ketua, di Sentosa dia menjabat bendahara.
Petani yang mendapatkan Kumbung harus mencicil ke kelompok , kemudian setelah terkumpul dibangunkan kumbung baru untuk anggota lain. Sekarang kelompok Sentosa sudah punya sebelas kumbung, baik milik perorangan maupun berstatus “bantuan PT Pertamina EP”.
Tak hanya membangunkan Kumbung, PT Pertamina EP Field Subang bekerjasama dengan Cares IPB mengawal proses budidaya jamur sampai mitra binaan mandiri. Salah satunya dengan memperkenalkan sistem blower sebagai inovasi baru pada budidaya jamur yang membuat budidaya jamur lebih efisien.
Sebelumnya memakai “melon” sebutan untuk gas LPG (Elpiji) 3 kg langka di pasar. Mereka menggunakannya untuk proses steaming agar suhu di dalam kumbung optimal. Gas dipakai sebagai bahan bakar untuk merebus air di dalam tong. Uapnya bisa menghangatkan ruangan di dalam kumbung.
Kini, melon sudah ditinggalkan, diganti sistem blower yang dikenalkan Field Subang yang bekerjasama dengan Cares IPB mendampingi petani jamur . Air cukup direbus dengan kayu bakar kemudian uapnya ditiupkan dengan blower ke dalam kumbung
Sistem blower lebih eknomis dibandingkaan dengan dulu saat memakai si “melon” . Praktis tak ada biaya yang dikeluarkan karena kayu bakar bisa diperoleh gratis. Sedangka saat menggunakan si melon, harus merogoh samapai Rp 40.000 untuk tiap kumbung yang menghabiskan dua tabung melon.
Selain biaya, proses steaming denga sistem blower bisa lebih singkat. Jika menggunakan si melon bisa sampai 12 jam, dengan sistem blowing bisa dipangkas menjadi 8 jam. Kumbung pun dilaporkan tidak bau, kebalikan saat memasak dengan gas. Yang istimewa, sistem blower bisa menaikan produksi sampai 15 %
Gambar Inovasi fermentasi dengan menggunakan blower (PEP Subang Field, 2014)
Pengembangan jamur merang terpadu juga berdampak positif terhadap lingkungan. Hal ini karena media jamur memanfaatkan limbah jerami sebagai media tanam. Sebelumnya, di Desa Sukamulya umumnya limbah jerami dibakar. Pembakaran 1 ton jerami akan menghasilkan 1.068 Kg CO2.Pada program budidaya jamur di Desa Sukamulya, total jerami yang dimanfaatkan sebagai media tanam jamur merang adalah 7.200 Ton/ tahun. Oleh karena itu melalui program budidaya jamur di Desa Sukamulya, PT. Pertamina EP Asset 3 Field Subang telah berhasil mengurangi emisi CO2 hingga 7.689.600 Kg/tahun.
Pengembangan program jamur terpadu ini telah memberikan efek ganda yang positif terhadap pengembangan masyarakat lainnya. Dari awalnya hanya pengembangan kelompok budidaya, saat ini telah terbentuk kelompok pengolahan yang dikelola oleh ibu-ibu.
Mereka dilatih membuat makanan olahan dari jamur. Mereka juga dibukakan akses pasar, mulai pasar tradisional hingga on line. Yang menangguk rezeki pun semakin banyak “Ada sekitar 10 produk turunan yang bisa dibuat dari jamur, “ ujar Sudin . Mulai dari mie jamur sampai roti jamur. “Tapi untuk sementara ini yang sudah berkembang hanya mie jamur,” ujarnya. Makanan lain seperti tongseng jamur, rica-rica jamur tidak akrab di lidah warga kampung. Apalagi dengan harga jual jamur yang masih bagus seperti sekarang, warga lebih memilih menjual langsung daripada dibuat produk olahan.
Sudin dan warga lainnya sudah menemukan jalan menuju sejahtera, tinggal merawatnya.
- Danrem Dikuasai Kolonel Angkatan 1990-an, Anak Try Sutrisno dan Menantu Luhut Bersaing Jadi Jenderal
- Menyigi Potensi Peraih Adhi Makayasa Polri Beroleh Pangkat Tertinggi
- Kursi Jenderal untuk Jebolan Akademi TNI 1993
- Tahun 2015 Jumlah Pengguna Narkoba di Indonesia Capai 5 juta orang
- Bintang Terang Alumni Akmil 1989

JAKARTA, PINews.com - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), subholding Refining and Petrochemical
- Pertamina Fasilitasi Sertifikasi Halal dan HaKI untuk Genjot Daya Saing UMKM
- Kabar Gembira, Produksi Minyak Pertamina Diawal Tahun Tembus 553,67 Ribu Barel Per Hari
- Kiprah 17 Tahun Pertamina Drilling Membantu Pencapaian Produksi Migas Nasional
- Ini Inisiatif Pertamina Drilling untuk mengurangi Emisi Karbon