Walkota Palembang dan Istri Dituntut 9 dan 6 Tahun Penjara
Credit by: Romi Herton dan Istri (ist)

Jakarta, PINews.com - Walikota Palembang nonaktif, Romi Herton dituntut dengan hukuman dipidana penjara selama 9 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa juga menuntut Romi dengan hukuman denda sebesar Rp 400 juta subsidair 5 bulan kurungan.

Romi dinilai bersalah telah memberikan suap terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar melalui Muhtar Ependy. Uang tersebut terkait sengketa gugatan Pilkada Kota Palembang tahun 2013 di MK.

Jaksa juga menuntut pidana tambahan bagi Romi Herton. Yakni, pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang diatur menurut aturan-aturan umum selama 11 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

"Menuntut supaya mejelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang mengadili perkara ini supaya memutuskan, satu, menyatakan terdakwa Romi Herton dan terdakwa Masitoh terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa Pulung Rinandoro saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/2).

Selain Romi, Jaksa juga menuntut Istri Romi Herton yakni Masyito dengan pidana penjara selama 6 tahun serta denda Rp. 300 juta subsidair 4 bulan kurungan. Jaksa menilai Masyito turut bersalah dalam perkara yang sama.

Kedua terdakwa itu dinilai telah bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Keduanya juga diyakini telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara mantan Ketua MK, Akil Mochtar yang disidang terpisah. Atas sangkaan itu, kedanya dinilai telah melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dalam menjatuhkan tuntutan, Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal-hal yang memberatkan, perbuatan kedua terdakwa dilakukan saat pemerintah sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Terdakwa satu selaku walikota Palembang dan terdakwa dua selaku PNS tidak memberikan contoh untuk mendukung program pemenerintahan untuk mewujudkan pemeritahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme," tutur Jaksa.

Perbuatan terdakwa juga dinilai telah mencederai peradilan terutama Mahkamah Konstitusi. Selain itu, perbuatan terdakwa dinilai mencederai nilai-nilai pemilihan umum secara langsung yang dilakukan secacra adil.

"Terdakwa Romi Herton tidak mengakui perbuatannya menyuap hakim konstitusi," kata Jaksa.

Untuk hal yang meringankan, Jaksa menilai para terdakwa berlaku sopan di persidangan dan belum pernah dihukum. Kedua terdakwa juga telah mengakui telah memberikan keterangan yang tidak benar di persidangan dalam perkara atas nama M Akil Mochtar.

"Terdakwa Masyito mengakui perbuatannya memberikan suap kepada hakim konstitusi," imbuh Jaksa.

Editor: HM