PBB : Hak Rohingya Harus Dilindungi
Credit by: Perempuan Rohingya menggendong anaknya yang sakit ke klinik di kamp Dar Baing, Rakhine, Myanmar.(European Pressphoto Agency)

Naypyitaw, PINews.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu mendesak Myanmar melindungi hak kelompok Rohingya. Pernyataan muncul kala negara itu tengah merencanakan program kewarganegaraan kelas kedua bagi Rohingya. Nantinya, Myanmar juga akan mengusir mereka yang tak memenuhi persyaratan.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menegaskan tak setuju dengan rencana Myanmar. Namun, ia tak pula meminta Myanmar mencabut rencana, yang bakal berdampak pada sejuta warga di negara bagian Rakhine.

“Proses [memang] sejalan dengan undang-undang nasional. Tetapi itu juga mesti sesuai dengan standar dan panduan internasional,” papar Ban sesudah pertemuan dengan pemimpin Asia Tenggara, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

“Siapapun yang memenuhi syarat sebagai warga negara, saya pikir mereka berhak diberi kewarganegaraan yang sejajar dengan orang Myanmar, tanpa satu pun diskriminasi,” sahut Ban. “Bagi orang-orang yang tak memenuhi syarat, penting bahwa hak asasi dan martabat mereka sepenuhnya dilindungi.”

Myanmar menganggap kelompok Rohingya sebagai orang asing dari Bangladesh. Namun, sejumlah besar kaum Rohingya telah turun-temurun tinggal di Myanmar. Hingga kini mereka tak berstatus warga negara Myanmar. Dengan demikian, kaum Rohingya tidak mendapat banyak hak-hak dasar, termasuk kebebasan berpindah tempat.

alam beberapa tahun terakhir, kaum Rohingya menghadapi serangkaian kekerasan. Kerusuhan pada 2012 silam menyebabkan paling tidak 100.000 orang mengungsi. Kelompok Rohingya mencari suaka di negara-negara tetangga Myanmar. Sejumlah besar lari menggunakan perahu nelayan yang sudah reyot.

Mereka yang tinggal di Rakhine menghadapi kondisi buruk. Kelompok ini terputus dari bantuan internasional sejak Maret. Saat itu, beberapa kantor lembaga kemanusiaan diserang kelompok ekstrem Buddha.

Ban Ki-moon menyatakan Myanmar berhak memutuskan persyaratan kewarganegaraan. Namun, ia mendesak pemerintah “menghindari langkah-langkah yang dapat memperkuat pemisahan.” Sekjen PBB secara khusus mendesak “kemudahan akses” bagi lembaga kemanusiaan ke Rakhine.

Rencana program kewarganegaraan pertama muncul pada Oktober, kala dokumen “rencana aksi” dibocorkan. Program mensyaratkan seorang warga membuktikan keluarga mereka tinggal di Rakhine selama lebih dari 60 tahun. Jika terbukti, mereka akan mendapatkan status warga negara yang dapat dikatakan sebagai kelas dua.

Mereka akan diklasifikasi sebagai warga asing, dengan pembatasan gerakan, hak untuk bekerja, serta hak untuk memegang jabatan politik. Kaum Rohingya yang gagal mendapatkan status tersebut berpeluang tinggal di kamp tahanan serta terkena deportasi.(wjs)

Editor: RI