Sebuah Tragedi di Gang Barjo

Penulis: Hermawan - Waktu: Rabu, 19 Oktober 2022 - 09:26 AM
Credit by: Lokasi bencana di Gang Barjo (Foto/Dok/Hermawan)

SELAMA lima hari jasad Cicih Warasih, 57 tahun, terkubur longsor yang menimpa rumahnya di Gang Barjo, RT 003/RW 002 Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Selama itu pula, Jaya, menunggunya penuh harap.

Pasangan Jaya-Cicih sebenarnya sudah waspada terhadap ancaman longsor di sekitar rumahnya. Pada Rabu (12/10) sebagian besar wilayah Kota Bogor diguyur hujan deras. Hujan turun bak air ditumpahkan dari langit. Sejak pagi awan hitam bergumpal-gumpal. Sehari sebelumnya, mahasiswi IPB University, Adzra Nabila alias Ara, yang mengendari motor saat hujan lebat terperosok ke saluran air di Jl Dadali, dan diketemukan di Banjir Kanal Timur (BKT), Jakarta Barat, setelah terseret arus  sejauh 30 kilometer.

Menjelang sore kabar musibah pertama tiba. Longsor terjadi menimpa para pemancing yang jaraknya hanya beberapa meter dari rumah Jaya. Musibah ini meyebabkan salah seorang babinsa di Polsek Bogor Tengah meninggal dan beberapa orang luka. Keluarga Cicihh sebenarnya terdampak karena sepeda motor mereka ikut terseret longsor dan tertimpa pohon. Anehnya, motor tersebut tidak rusak sama sekali.

Pasangan suami istri itu kemudian membersihkan motor tersebut. “Ini motor masih mulus sekali walau terkena longsor,“ tutur Cicih kepada suaminya ketika membersihkan kendaraan roda dua itu.

“Mungkin ini karena motor yatim,” Jaya menimpali obrolan istrinya.

Motor itu setiap hari memang digunakan keluarga Jaya untuk mengantar cucunya yang malang karena telah ditinggalkan orang tuanya. Sambil memberihkan sepeda motor obrolan suami-istri itu terus melantur, antara lain menyinggung soal anak yatim tersebut.

“Kalau mereka sudah besar, mungkin usia kita sudah 70 tahunan ya, Mas. Semoga usia kita bisa sampai saat mereka dewasa dan menyerahkan semua amanat kepada mereka,” tutur Jaya menirukan ucapan istrinya.

Sesaat kemudian, Jaya pamit untuk “ke atas” karena ada keperluan setelah motor itu kembali kinclong. Kampung di Kelurahan Kebon Kelapa memang berada di tebingan curam. Untuk menuju ke dalam atau keluar kampung harus menaiki puluhan anak tangga. Jika hujan tiba, kampung pasti terendam banjir hingga sedada orang dewasa. Rabu itu kebetulan sedang banjir.

“Kalau kamu mendengar suara sesuatu segera lari keluar ya,“ dia masih sempat memperingatkan istrinya.

Bagaimana pun, dia merasa khawatir akan terjadi musibah setelah adanya longsor di pemancingan. Tebing setinggi 15 meter di sekitar rumahnya rawan longsor yang dihuni tiga Kepala Keluarga (KK). Di sana terdapat mata air yang menyebabkan struktur tanah lebih labil. Permukiman sangat padat di Kampung Kebon Kelapa juga berada “di bawah“ Kali Cidepit. Pemerintah Belanda dahulu membangun sungai ini untuk mengairi areal pertanian di bagian utara Bogor mulai kampung Sindangsari hingga ke daerah Semplak. Di bagian bawah kampung, mengalir Sungai Citarum.

Dahulu sungai itu bersih. Sekarang kondisinya sangat berubah. Air kali tampak kotor bercampur sampah akibat aktivitas warga di sekitar sungai. Anak-anak pun enggan bermain di sana.

“Iya saya nanti akan keluar,“ jawab Cicih.  

Tak lama beranjak dari rumahnya, sekitar pukul 16.00 WIB tiba-tiba terdengar gemuruh tanah yang longsor. Ia menyaksikan sendiri tanah tersebut menimpa rumahnya. “Bukan tanah bergeser, tetapi seperti yang ditumplekkan dari atas. Seketika,“ tutur Jaya.

Cicih dan beberapa kerabatnya yang berada di dalam rumah tidak tampak keluar melarikan diri. Musibah ini menyebabkan delapan orang tertimbun. Sebanyak 4 orang selamat dari longsor yakni Zaenal (65 tahun), Ika (55 tahun), Adel (16 tahun) dan Nadia (14 tahun).

Sisanya, empat orang, meninggal dunia. Tim SAR Gabungan korban menemukan korban akibat tertimbun tanah longsor pertama kali menemukan Simah (75 tahun) pada Kamis (14/10),  Iwan (24 tahun) pada Jumat (15/10) dan Dini (54 tahun) pada Jumat (15/10) pukul 15.22 WIB.

Beruntung, dua anak balita cucunya yang berusia 5 dan 7 tahun siang itu dijemput ibunya. Jika tidak, mereka akan turut menjadi korban bencana longsor tersebut.

Cicih, yang menjabat Ketua RT 003, baru ditemukan pada Ahad sore.  "Hari ini masuk hari kelima proses pencarian, korban atas nama Ibu Warasih atau Cicih tadi sudah ditemukan sekitar jam 15.00 WIB. Saat ditemukan sudah dalam kondisi meninggal dunia," kata Komandan Tim Basarnas Jakarta Aulia Solihanto, Minggu (16/10).

Korban Cicih ditemukan di bawah timbunan sedalam 5-6 meter. Posisinya sekitar 7 meter dari rumahnya. Tim SAR kesulitan mencari jenazahnya. Mereka kemudian fokus mencari cari korban di titik temuan pakaian-pakaian keluarga itu atau di sekitar dinding rumah korban. Tim terus bekerja meskipun kembali turun hujan.

Musibah longsor tak hanya menimpa keluarga Jaya. Sebanyak 139 warga dari 53 Kepala Keluarga erdampak longsor Gang Barjo. Mereka mengungsi sementara di Masjid Jami Nurul Ikhlas, Jalan Veteran, Kota Bogor hingga rumah mereka dianggap aman untuk ditempati kembali. Para pengungsi didominasi oleh wanita, lansia, dan beberapa anak-anak.

Pada Rabu malam, Menteri Sosial Tri Rismaharini sambil terengah-engah meniti puluhan anak tangga di kampung itu mendatangi lokasi longsor membawa bantuan. Dia  meminta warga untuk mau direlokasi ke tempat pengungsian sementara yang berada di gedung serbaguna, persis di samping Sekolah Taruna Andigha Bogor. Kebutuhan warga di tempat pengungsian akan terus disuplai. "Yang paling penting warga itu aman dulu. Kami dorong warga mau relokasi karena warga kemudian tidak mau pindah," ungkapnya.

Pemerintah Kota Bogor berpikiran sama. Walikota Bogor Bima Arya Sugiharto mengatakan pilihan terbaik untuk mencegah musibah berulang adalah melakukan relokasi. “Tetapi, itu program jangka panjang. Saat ini, kami fokus pada penanganan musibah dan pencarian korban,” katanya ketika meninjau lokasi musibah.

Cicih sangat aktif di lingkungannya. Dia pasti terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan seperti Posyandu, kegiatan vaksin, PKK, penyuluhan dan lain-lain. Tak heran jika banyak yang merasa kehilangan. “Dia selalu membantu warga. Apa pun kegiatan pasti diikuti tanpa capek,“ tutur Rohayah, Ketua RW O3 yang masih kerabat korban.

Dia menuturkan setelah kejadian longsor pertama di pemancingan telah meminta Cicih dan keluarganya untuk mengungsi. Namun, keluarga Cicih memilih untuk bertahan. “Sekarang semoga Pak Jaya tetap sehat dan kuat menerima cobaan ini demi anak dan cucunya. Jangan banyak melamun, kemarin sudah ngomong sendiri... Jangan ya Pak..,” kata Rohayah.

Jaya menuturkan dengan seabrek kegiatan di masyarakat itu dia berharap istrinya bisa melupakan kesedihan setelah anaknya meninggal beberapa waktu lalu. “Kesedihannya bisa dibagi dnegan aktif di berbagai kegiatan,“ katanya.

Bila tidak terkena musibah longsor itu, Cicih seharusnya sedang sibuk menjadi petugas Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS). Dia sudah mengikuti pelatihan selama dua hari di sebuah hotel di Bogor Selatan, pekan lalu. Suaminya, Jaya, mengantar ke tempat pelatihan. “Saya sempat bertemu di tempat pelatihan,“ kata Staf BPS Kota Bogor Asriana Ariyanti, yang menjadi penanggung jawab Regsosek di Kecamatan Bogor Tengah.

Tapi, jalan nasib berkata lain.

Editor: Lili