Jakarta, PINews.com - Masalah alihkelola Wilayah Kerja Migas tampaknya perlu dikelola lebih hati-hati. Pemerintah semestinya dapat langsung menetapkan PT Pertamina EP (PEP), anak usaha PT Pertamina (Persero), sebagai kontraktor atau pengelola lapangan unitisasi Sukowati di Kabupaten Tuban, Jawa Timur tanpa harus menunggu status Wilayah Kerja Tuban. “Dengan operator ke PEP maka pengelolaan lapangan Sukowati bisa lebih optimal,” ujar Syamsu Alam, Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) di Jakarta, Rabu (28/2).
PEP adalah kontraktor kontrak kerja sama di bawah koordinasi dan supervisi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Mereka telah mengajukan diri mengelola lapangan unitisasi Sukowati yang dimasukkan pengelolaannya dalam Wilayah Kerja Tuban. PEP berkomitmen meningkatkan produksi lapangan Sukowati sebesar 1.500 barel per hari (bph) dari kapasitas produksi saat ini yang di bawah 10 ribu bph karena dikelola dan dioperatori Joint Operating Body Pertamina Hulu Energi-PetrcoChina East Java (JOB PPEJ).
Di Blok Tuban, PHE menguasai 75% hak partisipasi, yaitu PHE East Tuban 50% dan 25% melalui PHE Tuban. Sedangkan 25% sisanya dimiliki Petrochina International Java Ltd. JOB PPEJ juga mengelola unitisasi Lapangan Sukowati yang 80% dimiliki Pertamina EP dan 20% dikuasai JOB PPEJ. Dari total produksi JOB PPEJ yang mencapai 9.000-10.000 bph, sebesar 80% berasal dari Lapangan Sukowati.
Syamsu mengatakan, sikap Pertamina terkait pengelola lapangan Sukowati sudah disampaikan dan dikomunikasikan dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Pada 17 November 2017, Kepala SKK Migas telah mengirimkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan Perihal Permohonan Persetujuan Perubahan Operator Lapangan Unitisasi Sukowati, Fasilitas Produksi CPA Mudi, dan FSO Cinta Natomas Pasca 28 Februari 2018.
Namun, terhadap permohonan yang diajukan melalui surat Kepala SKK Migas tersebut, berdasarkan catatan rapat pembahasan pengelolaan unitisasi lapangan Sukowati di WK Tuban dan WK Pertamina EP yang diadakan di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (27/2) lalu, hanya dapat dipertimbangkan untuk dietapkan operatorship lapangan Sukowati kepada Pertamina EP pascaberakhirnya perjanjian unitisasi Sukowati.
“Mengingat proses pembahasan WK Tuban merupakan bagian dari pembahasan Tim Evaluasi WK yang telah dibentuk Menteri, untuk permohonan perubahan operator sebagaimana dimaksud dalam surat kepala SKK Migas, agar Direktur Hulu Pertamina dapat menghadap Bapak Menteri,” tulis risalah rapat tersebut.
Syamsu Alam saat dikonfirmasi siap menemui Menteri ESDM untuk mengomunikasikan pengelolaan lapangan Unitisasi Sukowati yang sejatinya dapat langsung diberikan kepada PEP. “Waktunya tentu disesuaikan dengan agenda Pak Menteri, secepatnya akan lebih baik,” ujarnya.
Sementara itu, Susyanto, Sekretaris Ditjen Migas Kementerian ESDM, mengakui adanya rencana pertemuan Syamsu Alam dengan Menteri ESDM untuk membahas pengelolaan lapangan Sukowati. Kementerian ESDM masih mengkaji apakah betul unitisasi itu sudah habis atau belum. “Jika dalam satu bulan ke depan misalnya ada pembuktian bahwa ternyata unitisasi sudah habis, pengelolaannya ke PEP. Tinggal dialihkan saja,” katanya di sela sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (28/2).
Kontrak kerja sama WK Tuban berahir pada 28 Februari 2018. Dengan demikian berakhir pula perjanjian unitisasi lapangan Sukowati antara Pertamina EP, Pertamina Hulu Energi East Java, dan Pertamina Hulu Energi Tuban, serta PetroChina International Java Ltd. Namun, sebelum diteken kontrak kerja sama WK Tuban yang baru, pemerintah menetapkan pengelolaan sementara kepada kontraktor eksisting selama enam bulan terhitung sejak 1 Maret 2018 atau sampai dengan ditekennya kontrak kerja sama WK Tuban (mana yang terjadi lebih dahulu).
Di bawah pengelolaan JOB PPEJ, produksi WK Tuban dan lapangan unitisasi Sukowati terus turun. Dengan demikian, kontribusi Pertamina kepada negara juga berkurang. Padahal, dengan menggunakan 3D dan batas wilayah kerja, Pertamina EP memiliki Original Oil in Place (OOIIP) atau jumlah cadangan minyak di reservoar terbesar di Sukowati, yaitu sekitar 275 MMSTB dan JOB PPEJ 21,93 MMSTB dari total OOIP 297 MMSTB. Produksi kumulatif JOB PPEJ sejatinya per 31 Januari 2018 sudah habis karena telah mencapai 22,9 MMSTB.
Tetuka Ariadji, Ketua Umum Ikatan Ahli Tehnik Perminyakan Indonesia (IATMI), menjelaskan pemerintah telah memberikan perpanjangan enam bulan kepada kontraktor eksisting. Hal ini untuk menentukan pengelola lapangan tersebut sementara produksi lapangan harus tetap jalan (running). “Apabila memang bagian Unitisasi JOB PPEJ sudah habis, operator tersebut hanya mendapatkan fee operating cost. Mereka tak dapat jatah produksi lagi semestinya,” ujarnya.
Setelah masa kontrak berakhir 28 Februari 2018, menurut Tetuka, pengelolaan lapangan Sukowati jatuh ke PEP dan mengikuti skema bisnis yang berlaku. Pemerintah akan mendapat bagian bagi hasil dengan PEP. “Hanya ada pengurangan dulu dari operating cost,” ujarnya.
Menurut Tetuka, sebetulnya ini bukan hal sulit karena Pertamina pasti sudah bisa mengelolanya. Apalagi tidak ada teknologi yang baru atau advanced. “Tinggal pekerjaan manajemen/bisnis. Semestinya tidak memerlukan waktu lama untuk bisa dikelola Pertamina,” katanya.
Indonesia masih memerlukan kontribusi sektor hulu migas. Untuk itu perlu dioptimalkan lagi potensi-potensi dari Wilayah Kerja (WK) migas terminasi. Hal ini tentu saja dengan dukungan investasi sektor hulu migas untuk meningkatkan produksi yang sebetulnya telah disiapkan Pertamina, di samping menemukan potensi cadangan migas baru yang komersial dan sangat diperlukan.
“Semakin banyak temuan cadangan migas baru dan upaya peningkatan produksi migas yang dapat dilakukan, semakin besar juga kesempatan bagi negara untuk menggerakkan roda perekonomian dan untuk memajukan masyarakat setempat,” katanya.
Editor: HAR