Apa Kata Pakar Energi Tentang Permen ESDM No 10 Tahun 2014?
Credit by: Ilustrasi

Jakarta, PINews.com - Peraturan Menteri ESDM No 10 tahun 2014 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara untuk Pembangkit Mulut Tambang menimbulkan sejumlah keresahan di kalangan investor. Peraturan tersebut memuat regulasi yang membuka batasan kalori batubara tinggi di atas 3.000 kcal/kg bisa digunakan untuk proyek pembangkit mulut tambang. Inilah kata para pakar yang mengaku resah dengan diterbitkannya Permen ESDM No 10 tahun 2014.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif   Institute Esential Services Reform (IESR), mengingatkan bahwa sistem kelistrikan Jawa-Bali terancam mengalami krisis pemadaman yang parah di 2018. Menurut Fabby, ancaman blackout ini berdasarkan pada kondisi kapasitas daya listrik yang dimiliki PT PLN (Persero) pada saat itu diperkirakan akan mengalami defisit karena hingga saat ini belum diketahui siapa yang akan memenuhi kebutuhan 2.000 MW dengan berdasar dari pertumbuhan 5.900 MW per tahun.

“Sampai saat ini belum jelas siapa yang akan bangun. Yang sudah harus dieksekusi saja terlambat, contohnya PLTU Batang yang ditargetkan 2018 kemungkinan gagal juga padahal awalnya ditargetkan mulai operasi 2016,” kata Fabby.

Selain itu, kata Fabby, proyek Sumsel 9 dan 10 diharapkan bisa masuk di 2018 dan 2019 yang terintegrasi dengan proyek Interkoneksi Jawa Sumatera kemungkinan juga mengalami kemunduran. “Padahal sampai saat ini tendernya saja belum selesai, kalaupun tender dilanjutkan belum tentu 2014 mulai dieksekusi karena perlu financial closing paling tidak setahun,” kata Fabby.

Ia menambahkan bahwa jika pemerintah sekarang tidak segera memutuskan  maka proyek tersebut bisa mundur lagi. “Ditambah lagi yang membuat kacau itu adalah Permen ESDM No 10 ini yang tidak konsisten ide dasarnya yakni menetapkan harga batubara kalori rendah untuk mulut tambang,” kata Fabby.

Hendra Sinadia, Deputy Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), menambahkan sebagai asosiasi yang membawahi perusahaan-perusahaan batubara, APBI kemungkinan akan mencoba berbicara dengan pemerintah untuk mengkaji terkait regulasi Permen ESDM No 10 tersebut. Menurut dia, dalam jangka panjang perlu disusun roadmap low rank coal melalui konsensus bersama sehingga  tidak overlapping dalam kebijakan terkait batubara kalori rendah tersebut. “Jika tidak direspons mungkin kita naikkan ke uji material,” kata dia.

Sementara itu, Jimmy Minata Director of Government Relations PT Adi Coal Resources, salah satu peserta tender Sumsel 9 dan 10 menyatakan ketidak pastian regulasi dalam tender proyek Sumsel 9 dan 10 ini berimplikasi kurangnya kepercayaan investor asing terhadap pemerintah.

“Investor akan sulit memahami apabila regulasi berubah pada menit-menit terakhir, apalagi untuk ikut tender saja sudah menghabiskan dana yang sangat besar.” Tandasnya.

Editor: Rio Indrawan