Produktivitas Kerja Turun Karena Kebanyakan Rapat?
Credit by: Ilustrasi

Jakarta, PINews.com – Jika anda pekerja di suatu perusahaan pasi tidak asing lagi dengan kegiatan rapat yang dilaksanakan berkala dan ditentukan waktunya. Baik itu setiap minggu ataupun bulan. Tapi tahukah anda ada penelitian yang kemukakan bahwa terlalu sering rapat membuat produktivitas kerja menurun?
 
Dengan masa kerja 40 jam seminggu (rata-rata 8 jam setiap hari), meeting atau presentasi kerja 7,5 jam seminggu dianggap membuang-buang waktu. Sebanyak empat dari lima pekerja (79 persen) mengatakan, akan lebih baik jika waktu itu mereka gunakan untuk meningkatkan produktivitas atau kinerja.
 
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sharp, Inggris, itu, terungkap, satu dari delapan orang Inggris tertidur selama presentasi kerja. Itu artinya, hampir setengah atau 44 persen dari pekerja Inggris telah melihat orang lain terkantuk-kantuk.
 
Siapa yang melihat siapa sedang terkantuk-kantuk, sebenarnya tidak penting. Yang menjadi masalah adalah, ketika mengantuk atau tertidur, sebenarnya saat itu Si Obyek memang tidak benar-benar menggunakan waktunya untuk bekerja. Jadi benarkah jika dikatakan, rapat membuat produktivitas kerja menurun?

Penelitian itu juga mengatakan, satu dari 10 orang Inggris merasa bosan saat presentasi. Saking bosannya, mereka rela berbohong demi bisa meninggalkan ruang presentasi. Sedangkan sebanyak enam dari 10 orang (61 persen) mengatakan, mereka menganggap presentasi itu terlalu lama, dan 56 persen lainnya menganggap pembicaranya lah yang membosankan.

Sisanya, mengaku tetap antusias dan bersemangat mengikuti presentasi. Hanya seperlima (21 persen) saja yang ingin sekali menginterupsi rapat tetapi tidak mendapat kesempatan untuk melakukannya. Hal itu membuat sepertiga (34 persen) audiens tetap tenang menghabiskan sisa waktu presentasi dengan melamun .
 
Mungkin agar rapat menjadi lebih efektif dan tidak merugikan siapapun, harus ada agenda yang jelas mengenai isi rapat. Sehingga waktu yang sudah digunakan benar-benar berguna.

 

Sumber : National Geographic

Editor: Rio Indrawan