Perhapi Dorong Pemanfaatan Limbah Tambang

Jakarta-PINews.com- Sisa hasil produksi aktivitas pertambangan harus dapat dimanfaatkan secara optimal agar industri pertambangan di Indonesia tidak berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) meyakini hal ini dapat dilakukan oleh perusahaan pertambangan dengan pembinaan dan pengawasan dari Pemerintah. Limbah tambang tidak boleh menjadi momok dan harus bernilai baik secara ekonomi maupun lingkungan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum PERHAPI Rizal Kasli dalam diskusi virtual bertajuk  Waste to Resource in Mining Extractive Industries . Selama ini, aktivitas kehidupan manusia sangat bergantung pada produk pertambangan seperti telepon genggam, alat transportasi, peralatan kedokteran, peralatan rumah tangga, kontruksi dan banyak lagi lainnya.

“Ke depan, dan bahkan telah dilakukan, sisa hasil industri tambang berupa tailing, slag, ataupun lumpur harus dapat dimanfaatkan. Tambang seminimal mungkin berdampak negatif terhadap lingkungan. Sisa produksi (waste) dengan memperhatikan kembali mineral-mineral ikutan, termasuk logam tanah jarang (rare earth elements) dapat diolah kembali untuk dimanfaatkan sebagai mineral strategis, material konstruksi dan lain sebagainya. Ia bisa memiliki nilai ekonomis dan pengelolaan sumber daya alam lebih optimal,” ungkap Rizal.

Pakar Metalurgi Institut Teknologi Bandung, Zulfiadi Zulhan menyampaikan, saat ini residu bauksit atau lumpur merah (red mud) sisa hasil pengolahan pabrik alumina dapat dimanfaatkan sebagai material kontruksi. Red mud dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri metalurgi karena masih mengandung logam-logam berharga mulai dari besi, aluminium, titanium, scandium dan logam tanah jarang lainnya.

“Kami sudah melakukan penelitian sejak 2017 untuk mengekstraksi logam besi. Hasil penelitian dapat diterapkan di industri baja berbahan baku red mud. Syaratnya, red mudnya gratis (Rp. 0,00), letak pabrik bersebelahan dengan pabrik alumina dan persen besi dalam red mud >30%. Pabrik pemanfaatan red mud dapat menjadi sangat layak apabila logam-logam lain selain besi juga diekstraksi (alumunium dan scandium),“ ungkap Zulfiadi yang optimis kolaborasi industri dan Perguruan Tinggi akan dapat mengoptimalkan pemanfaatan sisa hasil industri tambang.

Pemanfaatan sisa hasil tambang juga telah dilakukan oleh beberapa perusahaan. Dalam diskusi virtual tersebut terungkap, proses peleburan dan pemurnian konsentrat tembaga menjadi logam tembaga telah mendekati zero waste atau hampir tanpa sisa hasil produksi. Senior Manager Technical Eksternal PT Smelting Gresik Bouman T Situmorang menyampaikan semua sisa hasil pengolahan dimanfaatkan dengan optimal.

“Energi panas dari gas buang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Sulfur dioksida (SO2) dalam gas buang dikonversi menjadi asam sulfat yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pupuk yang diserap oleh PT Pupuk Indonesia. Pengelolaan limbah cair juga menghasilkan gipsum yang dapat dijual sebagai bahan baku pabrik semen. Slag yang dihasilkan yang merupakan limbah B3 dikirim ke pabrik semen,“ ungkap Bouman.

Bouman menambahkan, Slag juga selain untuk bahan baku semen dapat digunakan untuk material sand blasting dan agregat beton. Limbah cair berupa sludge cake yang mengandung tembaga 6-10% didaur ulang ke pabrik peleburan. Material bekas dari bag filter dan masker yang masih mengandung logam berharga didaur ulang di pabrik peleburan. Selain itu Tembaga bekas (scrap) dan sisa hasil pengolahan yang mengandung tembaga di pabrik lainnya dapat diproses di PT Smelting. Semua emisi gas buang dan limbah cair yang dilepaskan ke lingkungan dipantau secara reguler sehingga nilainya dibawah ambang batas.

Business Feasibility Manager PT Antam Tbk Helminton Sitanggang menyebutkan, residu dari hasil pengolahan emas berupa lumpur halus di Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor telah dimanfaatkan untuk perkerasan lantai kerja tambang bawah tanah dan bahan baku material konstruksi.

“PT Antam merupakan pelopor dari pemanfaatan tailing sebagai bahan baku material konstruksi yang ramah lingkungan dimana produknya sudah diberi merek GFA (Green Fine Agregate) dan tersertifikasi SNI. Produk material konstruksi ini berupa paving block dan conblock, batako, genteng. GFA ini digunakan oleh PT Antam untuk kebutuhan internal di perusahaan dan untuk program Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat,“ jelas Helminton.

PERHAPI berharap, industri pertambangan ke depan harus seoptimal mungkin memanfaatkan sisa hasil produksinya, baik di tambang maupun di industri lanjutannya seperti peleburan (smelter) serta pengolahan dan pemurnian. Jika ini dilakukan secara maksimal, SDA Indonesia akan semakin bermanfaat dan dampak negatif tambang dapat minimalisasi.

Editor: