YLKI Minta Konsumen Tunda Pemesanan Unit di Meikarta
Credit by: ylki.or.id

Jakarta, PINews.com -  Guna menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan dikemudian hari, Yayasan Lembangan Konsumen Indonesia (YLKI) meminta konsumen untuk menunda pemesanan dan/atau membeli unit apartemen di Kota Meikarta sampai jelas status perizinannya. Hal ini disampaikan Ketua Pengurus Harian YKLI Tulus Abadi.

Dalam siaran pers yang diterima PINews.com, Tulus meminta konsumen untuk lebih berhati-hati dan kalau perlu menunda pemesanan dan/atau membeli unit apartemen di Kota Meikarta sampai jelas status perizinannya.

“Jangan mudah tergiur dengan iming-iming dan janji fasum/fasos oleh pengembang. Sebelum menandatangani dokumen pemesanan, bacalah dengan teliti, dan saat pembayaran booking fee harus ada dokumen resmi, jangan dengan kwitansi sementara,” kata Tulus. 

Kedua, YLKI meminta Pemerintah untuk menindak dengan tegas, jika perlu menjatuhkan sanksi atas segala bentuk pelanggaran perizinan dan pemanfaatan celah hukum yang dilakukan oleh pengembang dan kemudian merugikan konsumen.

Ketiga, YLKI mendesak managemen Meikarta menghentikan segala bentuk promosi, iklan, dan bentuk penawaran lain atas produk Apartemen Meikarta sampai seluruh perizinan dan aspek legal telah dipenuhi oleh pengembang. “Meikarta jangan berdalih bahwa pihaknya sudah mengantongi IMB, padahal yang terjadi sebenarnya adalah proses permohonan pengajuan IMB,” kata Tulus.

Hal ini menurut Tulus tidak hanya berlaku untuk Kota Meikarta tetapi semua tawaran dari para pengembang.

Dalam pengantar dari pernyataan tersebut juga dituliskan bahwa  promosi, iklan dan marketing yang begitu masif, terstruktur dan sistematis, boleh jadi membius masyarakat konsumen untuk bertransaksi Meikarta.

“Bahkan, YLKI pun sempat memprotes sebuah redaksi media masa cetak, karena lebih dari 30 persennya isinya adalah iklan full colour Meikarta lima halaman penuh dari media cetak bersangkutan. Dengan nilai nominal yang relatif  terjangkau masyarakat perkotaan (Rp127 jutaan), sangat boleh jadi 20.000-an konsumen telah melakukan transaksi pembelian/pemesanan.

Padahal menurut Wagub Provinsi Jabar Dedi Mizwar, telah meminta pengembang apartemen Meikarta untuk menghentikan penjualan dan segala aktivitas pembangunan, karena belum berizin; promosi Meikarta tetap berjalan, untuk menjual produk propertinya. 

“Boleh saja pihak Lippo Group menilai bahwa apa yang dilakukannya tersebut sudah lumrah dilakukan pengembang dengan istilah Pre-project Selling,” tandas Tulus.

Meski demikian menurutnya praktik semacam itu pada akhirnya menempatkan posisi konsumen dalam kondisi yang sangat rentan dirugikan karena tidak memiliki jaminan atas kepastian pembangunan. Padahal pemasaran yang dilakukan tersebut, diduga keras melanggar ketentuan Pasal 42 UU No. 20 Tahun 2011, yang mewajibkan pengembang untuk memiliki jaminan atas Kepastian peruntukan ruang; kepastian hak atas tanah; kepastian status penguasaan gedung; perizinan; dan jaminan pembangunan sebelum melakukan pemasaran.

Bahkan menurut data YLKI, sistem pre-project selling dan pemasaran yang dilakukan oleh banyak pengembang sering kali menjadi sumber masalah bagi konsumen di kemudian hari. Terbukti sejak 2014-2016, YLKI menerima sekurangnya 440 pengaduan terkait perumahan, yang mayoritas masalah tersebut terjadi akibat tidak adanya konsistensi antara penawaran dan janji promosi pengembang dengan realitas pembangunan yang terjadi. Bahkan 2015, sekitar 40% pengaduan perumahan terjadi sebagai akibat adanya pre-project selling, yakni adanya informasi yang tidak jelas,benar dan jujur; pembangunan bermasalah; realisasi fasum/fasos; unit berubah dari yang ditawarkan.

Editor: ES