Siapa Wakasad Pengganti Erwin Syafitri?
Credit by: lidik.net

Kurang dari dua pekan lagi, Letnan Jenderal (Inf) M Erwin Syafitri akan melepaskan jabatannya sebagai Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Wakasad). Maklumlah, per 9 April 2017, peraih Adhi Makayasa, lulusan terbaik Akmil 1982, itu memasuki masa purnabhakti. Tiga puluh lima tahun sudah, pria kelahiran Cimahi 58 tahun silam  berdinas di lingkungan TNI AD.

Jelang pensiun perwira tinggi bintang tiga yang malang melintang di dunia intelijen itu, Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tertinggi (Wanjakti) TNI pastinya sudah mempersiapkan sejumlah perwira tinggi terbaik yang pantas menempati pos strategis tersebut. Pasalnya, Wakasad adalah orang nomor dua yang memimpin TNI AD. Segala urusan “dapur rumah tangga” di lingkungan TNI AD berada di bawah kendali Wakasad.

Maka itu, tak heran bila keputusan Wanjakti TNI dalam penempatan seorang perwira tinggi untuk jabatan struktural bintang tiga cukup alot dan mempertimbangkan banyak hal. Tentu saja faktor  rekam jejak calon jadi pertimbangan. Namun demikian, faktor  politis dan strategis ikut berpengaruh. Misalnya saja, apakah pos nanti hanya sekadar mutasi pada pangkat yang sama atau mesti mempromosikan seorang perwira tinggi bintang dua senior langsung ke posisi Wakasad?

Jika demikian polanya, berati ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama, pengganti Wakasad Letjen Erwin Syafitri adalah seorang mayor jenderal senior yang dari sisi usia memenuhi syarat. Paling tidak, pati bintang dua ini minimal masa dinasnya di TNI dua tahun jelang pensiun. Sudah barang tentu, pati bintang dua senior ini punya rekam jejak yang bagus. Pernah menjadi panglima Kodam serta tahu seluk beluk operasi dan teritorial, selain dia pastinya adalah Akmil di bawah Wakasad atau pun Kasad saat ini yang dijabat Jenderal Inf Mulyono, jebolan Akmil 1983.

Ada sejumlah nama perwira tinggi bintang dua yang saat ini cukup senior dan pantas menjadi bakal kandidat bila memang Wanjakti  berkehendak langsung  menempatkan seorang perwira tinggi bintang dua jadii Wakasad. Pola ini serupa  saat Letjen Erwin Syafitri menggantikan Letjen Muhammad Munir (lulusan Akmil 1983) saat menjadi Wakasad pada Juli 2015. Letjen Erwin saat itu menjadi Kepala Bais TNI setelah sebelumnya menjabat Asisten Pengamanan Kasad dan Panglima Kodam Cendrawasih.

Beberapa mayor jenderal yang mungkin dipertimbangkan untuk dipersiapkan sebagai calon pimpinan TNI AD sebagai berikut.

Pertama, Mayjen Inf Doni Monardo. Sejatinya, pria kelahiran Cimahi, 10 Mei 1963 ini berada di posisi pertama menjadi Wakasad bila Wanjakti TNI memilih figur pati bintang dua. Karier militer jebolan Akmil 1985 ini amat mulus. Banyak berkiprah di lingkungan Korps Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI AD, karier Doni mulai menanjak saat menjadi Komandan Grup A Paspampres pada 2008. Dua tahun kemudian promosi menjadi Danrem 061/Suryakencana di Bogor.

Doni  meraih pangkat brigjen pada 2011 setelah menjabat Wadanjen Kopassus. Setahun kemudian, pangkat Doni naik menjadi mayor jenderal karena promosi promosi menjadi Komandan Paspamres. Dua tahun saja di pos ini karena Doni kemudian promosi menjadi Danjen Kopassus. Setahun menjadi orang nomor satu di lingkungan Korps Bare Merah, pada Agustus 2015 Doni promosi menjadi Pangdam XVI/Patimura menggantikan Mayjen Wiyarto.  Tahun ini kemungkinan besar Doni bakal mutasi karena sudah dua tahun menjabat Pangdam. Besar kemungkinan Doni bakal menduduki kursi salah satu jabatan bintang tiga. 

Kedua , Mayjen Inf Agung Risdhianto. Jebolan Akmil 1985 ini baru saja mengakhiri tugasnya sebagai Asisten Operasi Panglima TNI. Dia digantikan oleh Mayjen Lodewyk Pusung yang sebelumnya menjabat Pangdam I/Bukit Barisan. Mayjen Agung dipromosikan  menjadi Komandan Kodkilat TNI menggantikan Mayjen Sumardi (lulusan Akmil 1984, yang pensiun 20 Februari lalu).

Karier militer Agung, kelahiran Klaten 22 April 1961, juga cukup mumpuni dan jago di bidang operasi. Dimulai dari dua kali jabatan Komandan Batalyon Infanteri dijabatnya pada 2000, yaitu Danyonif 125/Simbisa dan Danyonif 131/Braja Sakti. Dua kali pula jabatan Komandan Kodim dipegangnya, yaitu Dandim 0301/Pekanbaru dan Dandim 0314/Indragiri Hilir.

Bintang Agung mulai terang saat didapuk jadi Sekretaris Pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011 yang kemudian promosi menjadi Wakil Komandan Pusat Kesenjantaan Infanteri (Wadanpussenif) Komando Pendidikan dan Latihan TNI AD (Kodiklatad) pada 2012 dengan pangkat Brigadir Jenderal. Pada 2012, Agung  diangkat menjadi Kasdam Jaya menggantikan Brigjen Tedy Lhaksmana. Setahun kemudian, bintang di bahu Agung naik dua menjadi mayor jenderal saat menduduki kursi Danseskoad. Dua tahun kemudian Agung promosi menjadi Wadan Kodiklat TNI AD serta Komandan Pusat Terotirial TNI AD. Pada 2016, Agung menjabat Panglima Kodam XII/Tanjungpura sebelum promosi menjadi Asisten Operasi Panglima TNI. Jabatan terakhir Agung adalah Komandan Kodkilat TNI.

Ketiga, Mayjen Inf Jaswandi. Jebolan Akmil 1985 ini baru saja didapuk jadi Pangdam Jaya setelah menjadi Pangdam IV/Diponegoro. Sayangnya, masa tugas Jaswandi di militer tinggal satu tahun lagi karena pada 12  Maret tahun depan bakal pensiun. Bila kursi Wakasad diberikan kepada Jaswandi, artinya, masa tugasnya untuk membantu Kasad hanya sebentar. Mayjen Jaswandi cukup moncer kinerjanya, apalagi yang bersangkutan lama berdinas di lingkungan Kopassus.

Pangkat brigjen diperoleh Jaswandi saat menjabat kursi Wadanjen Kopassus pada 2012 menggantikan Brigjen Doni Monardo yang promosi menjadi Danpaspamres. Setahun kemudian, Jaswandi promosi menjadi Kasdam VII/Wirabuana. Lima bulan kemudian, Jaswandi promosi ke pangkat dan jabatan lebih tinggi, yaitu mayor jenderal dengan jabatan Asisten Personel Kasad. Hampir dua tahun di kursi ini, pada Agustus 2015 Jaswandi promosi menjadi Pangdam IV/Diponegoro sebelum pada 23 Februari lalu mutasi sekaligus promosi menjadi Pangdam Jaya.

Keempat, Mayjen Inf Agus Surya Bhakti. Saat ini, pria kelahiran Langkat, Sumatera Utara,  17 Agustus 1961 ini menjabat Pangdam VII/Wirabuana. Jebolan Akmil 1984 ini berpengalaman dalam bidang infanteri (Kopassus) dan jago intelijen. Hampir seluruh hidupnya di militer diabdikan di dunia intelijen. Jabatan terakhir sebelum jadi pangdam adalah Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Dari sisi usia, masa dinas Agus di militer masih sekitar dua tahun lagi.

Di luar tiga pati bintang dua tersebut, sejatinya ada beberapa nama perwira tinggi bintang dua yang potensial. Sayangnya, para perwira tinggi bintang dua ini berasal dari lulusan Akmil 1986 seperti Pangdam Iskandar Muda Mayjen Tatang Sulaiman, Pangdam Brawijaya Mayjen Sudirman, atau Pangdam Cendrawasih cum lulusan terbaik Akmil 1986 Mayjen Hinsa Siburian (yang bakal pensiun Oktober mendatang).

Atau Mayjen Hartomo bisa jadi pilihan . Jebolan Akmil 1986 ini saat ini menjabat Kepala Bais TNI. Hartomo lebih banyak dihabiskan didunia pendidikan, seperti Komandan Pusat Pendidikan Infanteri Pussenif, Komandan Secapad,  Komandan Pusat Intelijen TNI AD, sebelum menjadi Gubernur Akmil!

Di luar para pati bintang dua senior, sejatinya ada sejumlah mayjen lain yang potensial menjadi pimpinan TNI AD dan diprediksi bintang tiga akan mudah didapatkan oleh mereka. Namun, untuk   memimpin pos strategis sebagai Wakasad,  sayangnya terlalu dini. Karena itu, kecil kemungkinan posisi Wakasad diisi oleh calon seorang mayor jenderal  lulusan Akmil terlalu muda. Apalagi kalau memaksakan atau mendorong beberapa pangdam jebolan Akmil 1987 untuk menjadi Wakasad.

Kendati rekam jejaknya bagus, para pangdam ini kemungkinan masih akan tour of duty terlebih dahulu, kendati mungkin saja satu atau dua di antara empat pangdam alumni Akmil 1987 bakal  naik pangkat menjadi letjen tahun ini. Bisa saja, pangkat letjen diraih oleh Pangdam III/Siliwangi Mayjen Herindra, Pangdam Tanjungpura Mayjen Andika Perkasa, Pangdam Udayana Mayjen Kustanto Widiatmoko atau Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Anto Mukti Putranto, yang baru saja promosi dari Pangdivif I/Kostrad,  yang sesama jebolan Akmil 1987!

Mutasi Pangkat Sama

Jika batal mendapuk seorang mayjen senior langsung menjadi Wakasad, kemungkinan kedua yang mungkin dipilih oleh Wanjakti TNI adalah  pergeseran posisi di antara para  pati bintang tiga yang dimiliki TNI AD saat ini. Jika itu terjadi, posisi Panglima Kostrad Letjen Edy Rahmayadi (Akmil 1985) paling potensial menduduki menggantikan Letjen Erwin.  Mantan Panglima Kodam I/Bukit Barisan ini berada di nomor urut pertama calon Wakasad. Selain menjadi orang nomor satu di lingkungan Kostrad, yang memimpin puluhan ribu tentara, jabatan Edy di luar militer, yaitu Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), juga sangat strategis. Rekam jejaknya di militer dan PSSI akan selalu terpantau, termasuk oleh Presiden Joko Widodo.

Kesuksesan penyelenggaraan Piala Presiden tempo hari, bisa saja menjadi nilai plus sehingga Presiden Jokowi memberikan “lampu hijau” bagi Edy untuk menjadi orang nomor dua di lingkungan TNI AD.

Masa dinas Edy, kelahiran Sabang, Aceh, 10 Maret 1961,  di TNI masih dua tahun lagi. Rekam jejaknya di TNI juga lumayan lancar-lancar saja. Beragam jabatan pernah digenggamnya, kendati penugasan lebih banyak di Kodam Bukit Barisan. Pembina klub sepakbola PSMS Medan ini antar alain pernah menjabat asops Kasdam Iskandar Muda dan  Komandan Resimen Taruna Akmil. Pangkat Brigjen didapatnya pada 2012 saat menjabat Komandan Korem 174/Anim Ti Waninggap Kodam XVII/Cendrawasih.

Selepas itu, Edy mutasi menjadi Direktur Pemantapan Semangat Bela Negara Lembaga Ketahanan Nasional pada 2013. Setahun kemudian, dia promosi ke pangkat lebih tinggi, yaitu mayor jenderal dengan jabatan Panglima Divisi I Kostrad di Cilodong, Depok, dan Pangdam Bukit Barisan.  Sebentar saja di kursi di sini, Edy kemudian promosi menjadi Pangdam Bukit Barisan pada 2015. Hanya beberapa bulan di jabatan ini, Edy langsung promosi ke kursi Pangkostrad dengan tiga bintang di pundaknya. Pada Juli 2015, dia menggantikan Letjen Mulyono yang promosi menjadi Kasad.

Kedua, Letjen Inf Agus Sutomo (Akmil 1984). Agus, yang saat ini menjabat Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan, berpotensi menggusur Edy untuk naik ke posisi Wakasad. Tiga kali sudah Eddy bergeser untuk posisi dan pangkat yang sama: Komandan Kodiklat TNI AD dan Komandan Sesko TNI, sebelum akhirnya menjadi irjen di Kemenhan.

Beragam jabatan pernah dipegang oleh  Agus, kelahiran Klaten, 14 Agustus 1960.  Selepas menjadi Komandan Korem 061/Suryakencana pada 2009, setahun kemudian pangkat brigjen disandangnya saat menjabat Kepala Staf Divisi 1/Kostrad. Masih di tahun yang sama, 2010, Agus promosi jadi Wakil Komandan Jenderal Kopassus. Setahun kemudian, pangkatnya naik menjadi mayor jenderal setelah dipercaya menjadi Komandan Paspampres.

Dua tahun kemudian, Agus promosi menjadi  Panglima Kodam Jaya. Hanya setahun jadi pangdam, Agus promosi ke pangkat dan jabatan lebih tinggi, yaitu Letjen dengan posisi Komandan Kodkilat TNI AD pada 2015. Setahun kemudian Agus menjadi Komandan Sesko TNI dan pada awal 2017 didapuk menjadi Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan.

Ketiga, Letjen Inf Yayat Sudrajat. Jebolan Akmil 1982 itu kini menjabat Sekretaris Menko Polhukham. Yayat piawai dalam dunia intelijen. Maka itu, tak heran pos intelijen lebih banyak diisi sepanjang kariernya di lingkungan TNI. Sebelum meraih bintang tiga, Letjen Yayat adalah Kepala Bais TNI, Asisten Pengamanan Kasad, Direktur Kontra Terorisme TNI. Sayang, masa dinasnya di juga relatif tidak terlalu lama lagi.

Keempat, Letjen Inf Agus Kriswanto. Jebolan Akmil 1984 yang saat ini menduduki kursi Komandan Kodiklat TNI AD ini termasuk pesaing berat Edy Rahmayadi untuk menduduki kursi Wakasad. Agus baru akan pensiun 10 Juli 2018.

Rekam jejak Agus cukup mumpuni, antara lain pernah menjadi Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 18/Trisula, Asisten Operasi Kasdam Udayana, Komandan Korem 023/Kawal Samudera Kodam Bukit Barisan dan Komandan Pusat Pendidikan Infanteri, Pusat Kesenjataan Infanter Kodkilat. Pangkat brigjen diraihnya saat menjabat Direktur Pendidikan Kodiklat pada 2011.Setahun kemudian, Agus promosi menjadi  Kepala Staf Kodam Diponegoro.

Pada 2013, Agus promosi menjadi Panglima Divisi Dua Kostrad dengan pangkat mayor jenderal dan 2014 didapuk sebagai Pangdam Iskandar Muda. Tak sampai dua tahun kemudian, pria kelahiran Pekalongan, 10 Juli 1960 ini dipercaya menjadi Komandan Kodiklat TNI AD menggantikan Letjen Agus Sutomo yang saat itu mutasi menjadi Komandan Sesko TNI.

Kelima, Letjen Inf Nugroho Widyotomo. Jebolan Akmil 1983 ini masih berpeluang menjdai Kasad, kendati kansnya amat kecil. Menduduki pangkat kolonel selama 10 tahun (dengan jabatan terakhir Danrem 043/Garuda Hitam, Kodam Sriwijaya), pria kelahiran Banjarnegara, 8 September 1959 ini beroleh pangkat brigjen pada 2010 saat menduduki kursi Wakil Komandan Jenderal Kopassus. Selepas itu, Nugroho  mutasi jadi Kasdivif I/Kostrad  masih pada 2010 dan Kasdam IV/Diponegoro pada 2011. Masih di tahun yang sama, Nugroho promosi menjadi Perwira Staf Ahli Tingkat III Bidang Sosial Budaya Panglima TNI dengan pangkaat mayor jenderal. Sebentar kemudian dimutasi menjadi Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri dan pada 2012 promosi menjadi Pangdam III/Sriwijaya sebelum pada 2013 didapuk sebagai Inspektur Jenderal TNI AD. Tiga tahun kemudian, pada 2016, Nugroho promosi ke pangkat dan jabatan lebih tinggi, yaitu  letjen dengan jabatan Sekjen Wantannas hingga saat ini. Karena akan pensiun dari TNI pada 8 September 2017, kans Letjen Nugroho menjadi Wakasad sangat tipis.

Keenam, Letjen Inf M Setyo Sularso. Jebolan Akmil 1982 kelahiran Purworejo, 27 Mei 1959 ini menduduki kursi Inspektur Jenderal TNI. Kariernya mulai meroket saat menjabat Wakapuspen TNI pada 2009 dengan pangkat brigadir jenderal. Setahun kemudian promosi menjadi Kasdam V/Brawijaya. Pangkat mayjen diperolehnya pada 2012 setelah didapuk sebagai Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad. Setahun kemudian menjadi tenaga pengajar bidang geostrategis dan ketahanan nasional pada Lemhanas sebelum menjadi Kepala Staf Kostrad pada 2014. Setahun kemudian, Setyo promosi menjadi Panglima Kodam IX/Udayana dan sejak 2016 promosi menjadi Inspektur Jenderal TNI menggantikan Letjen Inf Syafril Mahyudin.

Namun, Letjen Setyo sepertinya kecil kemungkinan dipercaya menjadi Wakasad karena, sama seperti Erwin Syafitri, masa pensiunnya sudah dekat. Bahkan berselisih satu setengah bulan dengan Letjen Erwin. Demikian, kans Letjen Setyo didapuk menjadi Wakasad potensinya amat rendah.

Ketujuh, Letjen Arm Ediwan Prabowo. Dari sisi usia, peraih Adhi Makayasa 1984 ini “lawan” yang sepadan buat Edi Ramhayadi. Maklum, Ediwan baru akan pensiun pada Oktober 2019. Namun, Ediwan termasuk yang peluang untuk dipilih jadi Wakasad justru paling kecil. Padahal, dari sisi rekam jejak, peraih Adhi Makayasa ini kinerjanya cukup moncer. Kendati belum pernah menjadi Komandan Korem, jabatan prestisius bagi seorang kolonel, Ediwan beroleh pangkat brigjen pada 2008 saat berusia 47 tahun.  Kala itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sengaja memintanya untu menjadi Sekretaris Pribadi Presiden setelah sebelumnya menjadi Komandan Satuan Tugas Pamtas RI-RDTL pada 2006-2007.

Kursi Sespri Presiden dijabatnya hanya tiga tahun karena pada 2011 Ediwan didapuk menjadi Komandan Pusat  Kesenjataan Artileri  medan Kodlikat TNI AD. Beberapa bulan kemudian, pangkatnya naik menjadi mayor jenderal setelah didapuk jadi Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan saat Menhan dijabat Purnomo Yusgiantoro.

Pada 2013, Ediwan promosi menjadi Pangdam V/Brawijaya dan setahun kemudian promosi menjadi Sekjen Kementerian Pertahanan. Sejak 2016 sampai sekarang, Letjen Ediwan menjadi staf khusus Kasad. Karena itu, kans Ediwan menjadi Wakasad juga sedikit berkurang. 

Konklusi

Penetapan Wakasad melalui mekanisme Wanjakti TNI dengan melihat “rapor” seorang calon. Keputusan calon Wakasad nanti diambil dari seorang mayor jenderal senior atau  memutasi seorang letnan jenderal  ada di tangan Wanjakti TNI.  Besar kemungkinan Wanjakti TNI akan menunjuk pati jebolan Akmil 1984 atau pati jebolan Akmil 1985 untuk menggantikan Letjen Erwin Syaftri. (Dudi R Rukmana,  pemerhati pola mutasi/promosi di lingkungan TNI AD) 

 

Editor: HAR