Terkait Kabut Asap, Malaysia Yang Harus Minta Maaf ke Indonesia
Credit by: Ilustrasi kebakaran hutan

Pekanbaru, PINews.com - Kabut asap kerap terjadi di Riau, Indonesia pun sering dituntut untuk meminta maaf kepada negara tetangga. Namun jika ditelisik ternyata penyebab dari kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap adalah pembakaran dengan sengaja yang diduga kuat dilakukan oleh perusahaan asal Malaysia.

Untuk itu pemerintah Malaysia dituntut permintaan maafnya kepada Indonesia, terkait kabut asap akibat pembakaran lahan di Riau.

"Jangan kita saja yang meminta maaf kalau terjadi kebakaran hutan sehingga timbul asap. Tapi perusahaan Malaysia yang beroparasi di Riau adalah satu pihak yang bertanggung jawab atas bencana asap karena mereka juga melakukan pembakaran lahan dalam membuka lahan mereka. Jadi Malaysia harus meminta maaf kepada masyarakat Indonesia," kata Kordinator LSM Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Muslim (11/2).

Misalnya saja perusahaan asal Malaysia Adei Plantation (AP) yang beropasi di Riau. Perusahaan pengolahan sawit pada 2013 lalu, diduga merupakan perusahaan pembakar lahan. Dimana dua petinggi perusahaan yang juga asal Malaysia diseret ke ranah hukum karena terbukti membakar lahan.

"Pada tahun 2004 sebenarnya mereka juga pernah di seret ke ranah hukum, namun saya hukumannya rendah hanya empat tahun. Tapi pada 2013 lalu kembali mereka melakukan pembakaran lahan. Ini artinya apa? Bahwa hukuman seharus lebih berat, pembakar lahan harus dihukum maksimal yakni 12 tahun sesuai UU lingkungan hidup," paparnya.    

Berdasarkan data Jikalahari, sedikitnya ada delapan perusahaan asal Malaysia yang beroprasi di Riau. Perusahaan tersebut diduga juga ada terlebitat pembakaran lahan. Untuk itu diminta pihak pemerintah menyelidikinya.

Selain itu tadi siang LSM Jikalahari dan Walhi melakukan aksi demo ke Konsulat Malasya di Pekanbaru. Mereka menuntut Malaysia menarik perusahaan dari Riau. Selain itu mereka menuntut perusahaan yang terbukti membuka lahan dengan cara dibakar, dicabut izin operasinya.

 

Editor: Rio Indrawan