Terancam Pelabuhan, Nelayan Cilamaya Adukan Nasib ke DPR
Credit by: Pembangunan pelabuhan Cilamaya (Ist)

Jakarta, PINews.com - Nelayan di wilayah Cilamaya meminta wakil rakyat di Senayan, mencarikan solusi agar pemerintah membatalkan rencana membangun Pelabuhan Cilmaya, Karawang, Jawa Barat, karena akan mematikan matapencaharian dan sektor perikanan serta berbagai dampak turunannya di wilaya tersebut.

"Kami minta kepada wakil kami di DPR RI, titip nasib kami, titip Karawang," kata Masudin, salah seorang nelayan asal Pasir Putih, Kecamatan Cilamaya Kulon, kepada Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika dalam satu diskusi bertajuk "Cilamaya Untuk Siapa?" di Jakarta, Selasa (10/3).

Kepada wakilnya di Senayan, Masudin mengatakan, pemerintah jangan hanya bicara investasi dan pembanguan demi memenuhi bangsa asing. Namun pemerintah harus memperhatikan dampak dari pembangunan pelabuhan di Cilamaya yang akan mematikan matapencaharian nelayan dan dampak negatif lainnya.

"Kami khawatir jika pelabuhan itu ada, masyarakat nelayan di sana akan diapain? Pemerintah tidak sentuh manusianya. Sementara itu (pelabuhan Cilamaya) tadi untuk siapa? Itu untuk asing, Jepang dan sebagainya mungkin akibat adanya komisi-komisi itu," kata Masudin.

Ia meminta DPR memperhatikan nasib para nelayan di Cilamaya karena tidak ingin berpisah dengan pantai dan laut yang menjadi lahan pencaharian. Selain itu, banyak makelar yang terus bergerilya untuk membeli tanah warga untuk mendukung proyek tersebut.

"Sekali lagi, kami titipkan nasib kami, karena kami tidak ingin berpisah dengan sodara-sodara yang ada di kampung. Saat ini (tanah) sudah dibeli spekulan, bahkan namanya pantai laut di sana, itu sudah dijual yang SK-nya dibikin raja-raja kecil yang namanya lurah," kata Masudin.

Bukan hanya itu, lokasi yang akan dibangun pelabuhan, merupakan wilayah terumbu karang terbesar di wilayah perairan Karawang. "Lokasi itu adalah terumbu karang terbesar Karawang," katanya.

Bukan hanya nelayan, petani di wilayah yang sempat menjadi lumbung padi nasional itu pun mengaku resah dengan adanya pembangunan Pelabuhan Cilamaya, seperti disampaian Ahmad Nasarulah, petani dari Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cilamaya Kulon.

"Saya pernah ketemu ketika orang-orang  JICA (Japan International) itu sedang observasi. Bagi petani sekarang, saya tanya, bagaimana sikap Jakarta? Petani sudah tahu bahwa pembangunan akan berdampak pada kehidupan mereka. Tapi sampai saat ini, tidak ada kebijakan apapun untuk melindungi," kata Ahmad.

Terkait kekhawatiran tersebut, Kardaya mengaku sepakat, bahwa tidak harus membangun pelabuhan di Cilamaya. Jika pemerintah tetap ngotot membangunnya, pemerintah tidak memutusnya secara holistrik karena hanya pentingkan pelabuhan semata.

Menurutnya, pemerintah tidak memperhatikan keberlangsungan hidup nelayan, pertanian dan petani, produksi minyak dan gas, pabrik Pupuk Kujang, pasokan listrik Jakarta, industri, dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) karena industri gulung tikar akibat tidak ada pasokan gas.

"Keputusan seperti itu tidak bisa dilakukan, itu putusan tidak smart. Mudah-mudahan ini tidak terjadi, pelabuhannya digeser dan tidak ganggu minyak dan gas," kata Kardaya.

Sedangkan soal terumbu karang terbesar perairan Karawang yang terancam tergerus jika pemerintah tetap ngotot membangun pelabuhan, Kardaya mengaku akan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendorong menjaga lingkungan.

"Spekulan tanah pasti ada. Sawah, bahkan rawa pun yang semula tidak laku, dibeli. Apa saja dibeli. Akan bagus jika spekulan itu gigit jari. Sekali-kali kapok dia (spekulan), tahu-tahunya nggak jadi di situ," kata Kardaya.

Kardaya berharap, pemerintah mengkaji ulang rencana tersebut mengingat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan. "Muda-mudahan tidak terjadi, bukan berarti gagalkan pelabuhan, tapi dibangunnya bukan di sana. Mudah-mudahan kalau semua bersatu, ini tidak akan terealisir sehingga tidak terganggu industri Karawang dan seterusnya. Bahwa, pelabuhannya dibangun, tapi di tempat lain," katanya.

Editor: RI